contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

20 November, 2009

ETIKA BISNIS DAN KEWIRAUSAHAAN

Tidak ada cara yang paling baik untuk memulai penelaahan hubungan antara etika dan
bisnis selain dengan mengamati, bagaimanakah perusahaan riil telah benar-benar
berusaha untuk menerapkan etika ke dalam bisnis. Perusahaan Merck and Company
dalam menangani masalah “river blindness” sebagai contohnya ; River blindness adalah penyakit sangat tak tertahankan yang menjangkau 18 juta penduduk miskin di desa-desa terpencil di pinggiran sungai Afrika dan Amerika Latin. Penyakit dengan penyebab cacing parasit ini berpindah dari tubuh melalui gigitan lalat hitam. Cacing ini hidup dibawah kulit manusia, dan bereproduksi dengan melepaskan jutaan keturunannya yang disebut microfilaria yang menyebar ke seluruh tubuh dengan bergerak-gerak di bawah kulit, meninggalkan bercak-bercak, menyebabkan lepuh-lepuh dan gatal yang amat sangat tak tertahankan, sehingga korban kadang-kadang memutuskan bunuh diri. Pada tahun 1979, Dr. Wiliam Campbell, ilmuwan peneliti pada Merck and Company, perusahaan obat Amerika, menemukan bukti bahwa salah satu obat-obatan hewan yang terjual laris dari perusahaan itu, Invernectin, dapat menyembuhkan parasit penyebab river blindness. Campbell dan tim risetnya mengajukan permohonan kepada Direktur Merck, Dr. P. Roy Vagelos, agar mengijinkan mereka mengembangkan obat tersebut untuk manusia. Para manajer Merck sadar bahwa kalau sukses mengembangkan obat tersebut, penderita river blindness terlalu miskin untuk membelinya. Padahal biaya riset medis dan tes klinis berskala besar untuk obat-obatan manusia dapat menghabiskan lebih dari 100 juta dollar. Bahkan, kalau obat tersebut terdanai, tidak mungkin dapat mendistribusikannya, karena penderita tinggal di daerah terpencil. Kalau obat itu mengakibatkan efek samping, publisitas buruk akan berdampak pada penjualan obat Merck. Kalau obat murah tersedia, obat dapat diselundupkan ke pasar gelap dan dijual untuk hewan,sehingga menghancurkan penjualan Invernectin ke dokter hewan yang selama ini menguntungkan. Meskipun Merck penjualannya mencapai $2 milyar per tahun, namun pendapatan bersihnya menurun akibat kenaikan biaya produksi, dan masalah lainnya, termasuk
kongres USA yang siap mengesahkan Undang-Undang Regulasi Obat yang akhirnya akan berdampak pada pendapatan perusahaan. Karena itu, para manajer Merck enggan membiayai proyek mahal yang menjanjikan sedikit keuntungan, seperti untuk river blindness. Namun tanpa obat, jutaan orang terpenjara dalam penderitaan menyakitkan. Setelah banyak dilakukan diskusi, sampai pada kesimpulan bahwa keuntungan manusiawi atas obat untuk river blindness terlalu signifikan untuk diabaikan. Keuntungan manusiawi inilah, secara moral perusahaan wajib mengenyampingkanbiaya dan imbal ekonomis yang kecil. Tahun 1980 disetujuilah anggaran besar untuk mengembangkan Invernectin versi manusia. Tujuh tahun riset mahal dilakukan dengan banyak percobaan klinis, Merck berhasil membuat pil obat baru yang dimakan sekali setahun akan melenyapkan seluruh jejak parasit penyebab river blindness dan mencegah infeksi baru. Sayangnya tidak ada yang mau membeli obat ajaib tersebut, termasuk saran kepada WHO, pemerintah AS dan pemerintah negara-negara yang terjangkit penyakit tersebut, mau membeli untuk melindungi 85 juta orang beresiko terkena penyakit ini, tapi tak satupun menanggapi permohonan itu. Akhirnya Merck memutuskan memberikan secara gratis obat tersebut, namun tidak ada saluran distribusi untuk menyalurkan kepada penduduk yang memerlukan. Bekerjasama dengan WHO, perusahaan membiayai komite untuk mendistribusikan obat secara aman kepada negara dunia ketiga, dan memastikan obat tidak akan dialihkan ke pasar gelap dan menjualnya untuk hewan. Tahun 1996, komite mendistribusikan obat untuk jutaan orang, yang secara efektif mengubah hidup penderita dari penderitaan yang amat sangat, dan potensi kebutaan akibat penyakit tersebut. Merck menginvestasikan banyak uang untuk riset, membuat dan mendistribusikan obat yang tidak menghasilkan uang, karena menurut Vegalos pilihan etisnya adalah mengembangkannya, dan penduduk dunia ketiga akan mengingat bahwa Merck membantu mereka dan akan mengingat di masa yang akan dating. Selama bertahun-tahun perusahaan belajar bahwa tindakan semacam itu memiliki keuntungan strategis jangka panjang yang penting. Para ahli sering berkelakar, bahwa etika bisnis merupakan sebuah kontradiksi istilah karena ada pertentangan antara etika dan minat pribadi yang berorientasi pada pencarian keuntungan. Ketika ada konflik antara etika dan keuntungan, bisnis lebih memilih keuntungan daripada etika. Buku Business Ethics mengambil pandangan bahwa tindakan etis merupakan strategi bisnis jangka panjang terbaik bagi perusahaan – sebuah pandangan yang semakin diterima dalam beberapa tahun belakangan ini.

1.1.ETIKA BISNIS DAN ISU TERKAIT
Menurut kamus, istilah etika memiliki beragam makna berbeda. Salah satu maknanya adalah “prinsip tingkah laku yang mengatur individu dan kelompok”. Makna kedua menurut kamus – lebih penting – etika adalah “kajian moralitas”. Tapi meskipun etika berkaitan dengan moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas. Etika adalah semacam penelaahan, baik aktivitas penelaahan maupun hasil penelaahan itu sendiri, sedangkan moralitas merupakan subjek.
A. Moralitas
Moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat. Pedoman moral mencakup norma-norma yang kita miliki mengenai jenis-jenis tindakan yang kita yakini benar atau salah secara moral, dan nilai-nilai yang kita terapkan pada objek-objek yang kita yakini secara moral baik atau secara moral buruk. Norma moral seperti “selalu katakan kebenaran”, “membunuh orang tak berdosa itu salah”. Nilai-nilai moral biasanya diekspresikan sebagai pernyataan yang mendeskripsikan objek-objek atau ciri -ciri objek yang bernilai, semacam “kejujuran itu baik” dan “ketidakadilan itu buruk”. Standar moral pertama kali terserap ketika masa kanak-kanak dari keluarga, teman, pengaruh kemasyarakatan seperti gereja, sekolah, televisi, majalah, music dan perkumpulan.
Hakekat standar moral :
1. Standar moral berkaitan dengan persoalan yang kita anggap akan merugikan secara serius atau benar-benar akan menguntungkan manusia.
2. Standar moral tidak dapat ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu.
3. Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk (khususnya) kepentingan diri.
4. Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak.
5. Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu.
Standar moral, dengan demikian, merupakan standar yang berkaitan dengan persoalan yang kita anggap mempunyai konsekuensi serius, didasarkan pada penalaran yang baik bukan otoritas, melampaui kepentingan diri, didasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak, dan yang pelanggarannya diasosiasikan dengan perasaan bersalah dan malu dan dengan emosi dan kosa kata tertentu.

B. Etika
Etika merupakan ilmu yang mendalami standar moral perorangan dan standar moral masyarakat. Ia mempertanyakan bagaimana standar-standar diaplikasikan dalam
kehidupan kita dan apakah standar itu masuk akal atau tidak masuk akal – standar, yaitu apakah didukung dengan penalaran yang bagus atau jelek. Etika merupakan penelaahan standar moral, proses pemeriksaan standar moral orang atau masyarakat untuk menentukan apakah standar tersebut masuk akal atau tidak untuk diterapkan dalam situasi dan permasalahan konkrit. Tujuan akhir standar moral adalah mengembangkan bangunan standar moral yang kita rasa masuk akal untuk dianut. Etika merupakan studi standar moral yang tujuan eksplisitnya adalah menentukan standar yang benar atau yang didukung oleh penalaran yang baik, dan dengan demikian etika mencoba mencapai kesimpulan tentang moral yang benar benar dan salah, dan moral yang baik dan jahat.

C. Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.

D. Penerapan Etika pada Organisasi Perusahaan
Dapatkan pengertian moral seperti tanggung jawab, perbuatan yang salah dan kewajiban diterapkan terhadap kelompok seperti perusahaan, ataukah pada orang (individu) sebagai perilaku moral yang nyata?
Ada dua pandangan yang muncul atas masalah ini :
Ekstrem pertama, adalah pandangan yang berpendapat bahwa, karena aturan yang mengikat, organisasi memperbolehkan kita untuk mengatakan bahwa perusahaan bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang disengaja atas apa yang mereka lakukan, kita dapat mengatakan mereka bertanggung jawab secara moral untuk tindakan mereka dan bahwa tindakan mereka adalah bermoral atau tidak bermoral dalam pengertian yang sama yang dilakukan manusia. Ekstrem kedua, adalah pandangan filsuf yang berpendirian bahwa tidak masuk akal berpikir bahwa organisasi bisnis secara moral bertanggung jawab karena ia gagal
mengikuti standar moral atau mengatakan bahwa organisasi memiliki kewajiban moral. Organisasi bisnis sama seperti mesin yang anggotanya harus secara membabi buta mentaati peraturan formal yang tidak ada kaitannya dengan moralitas. Akibatnya, lebih tidak masuk akal untuk menganggap organisasi bertanggung jawab secara moral karena ia gagal mengikuti standar moral daripada mengkritik organisasi seperti mesin yang gagal bertindak secara moral.
Karena itu, tindakan perusahaan berasal dari pilihan dan tindakan individu manusia, indivdu-individulah yang harus dipandang sebagai penjaga utama kewajiban moral dan tanggung jawab moral : individu manusia bertanggung jawab atas apa yang dilakukan perusahaan karena tindakan perusahaan secara keseluruhan mengalir dari pilihan dan perilaku mereka. Jika perusahaan bertindak keliru, kekeliruan itu disebabkan oleh pilihan tindakan yang dilakukan oleh individu dalam perusahaan itu, jika perusahaan bertindak secara moral, hal itu disebabkan oleh pilihan individu dalam perusahaan bertindak secara bermoral.

E. Globalisasi, Perusahaan Multinasional dan Etika Bisnis
Globalisasi adalah proses yang meliputi seluruh dunia dan menyebabkan system ekonomi serta sosial negara-negara menjadi terhubung bersama, termasuk didalamnya barangbarang, jasa, modal, pengetahuan, dan peninggalan budaya yang diperdagangkan dan saling berpindah dari satu negara ke negara lain. Proses ini mempunyai beberapa komponen, termasuk didalamnya penurunan rintangan perdagangan dan munculnya pasar terbuka dunia, kreasi komunikasi global dan system transportasi seperti internet dan pelayaran global, perkembangan organisasi perdagangan dunia (WTO), bank dunia, IMF, dan lain sebagainya. Perusahaan multinasional adalah inti dari proses globalisasi dan bertanggung jawab dalam transaksi internasional yang terjadi dewasa ini. Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang bergerak di bidang yang menghasilkan pemasaran, jasa atau operasi administrasi di beberapa negara. Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang melakukan kegiatan produksi, pemasaran, jasa dan beroperasi di banyak negara yang berbeda. Karena perusahaan multinasional ini beroperasi di banyak negara dengan ragam budaya dan standar yang berbeda, banyak klaim yang menyatakan bahwa beberapa perusahaan melanggar norma dan standar yang seharusnya tidak mereka lakukan.

F. Etika Bisnis dan Perbedaan Budaya
Relativisme etis adalah teori bahwa, karena masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan etis yang berbeda. Apakah tindakan secara moral benar atau salah, tergantung kepada pandangan masyarakat itu. Dengan kata lain, relativisme moral adalah pandangan bahwa tidak ada standar etis yang secara absolute benar dan yang diterapkan atau harus diterapkan terhadap perusahaan atau orang dari semua masyarakat. Dalam penalaran moral seseorang, dia harus selalu mengikuti standar moral yang berlaku dalam masyarakat manapun dimana dia berada. Pandangan lain dari kritikus relativisme etis yang berpendapat, bahwa ada standar moral tertentu yang harus diterima oleh anggota masyarakat manapun jika masyarakat itu akan terus berlangsung dan jika anggotanya ingin berinteraksi secara efektif. Relativisme etis mengingatkan kita bahwa masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan moral yang berbeda, dan kita hendaknya tidak secara sederhana mengabaikan keyakinan moral kebudayaan lain ketika mereka tidak sesuai dengan standar moral kita.

G. Teknologi dan Etika Bisnis
Teknologi yang berkembang di akhir dekade abad ke-20 mentransformasi masyarakat dan bisnis, dan menciptakan potensi problem etis baru. Yang paling mencolok adalah revolusi dalam bioteknologi dan teknologi informasi. Teknologi menyebabkan beberapa perubahan radikal, seperti globalisasi yang berkembang pesat dan hilangnya jarak, kemampuan menemukan bentuk-bentuk kehidupan baru yang keuntungan dan resikonya tidak terprediksi. Dengan perubahan cepat ini, organisasi bisnis berhadapan dengan setumpuk persoalan etis baru yang menarik.

1.2 PERKEMBANGAN MORAL DAN PENALARAN MORAL

A. Perkembangan Moral
Riset psikologi menunjukkan bahwa, perkembangan moral seseorang dapat berubah ketika dewasa. Saat anak-anak, kita secara jujur mengatakan apa yang benar dan apayang salah, dan patuh untuk menghindari hukuman. Ketika tumbuh menjadi remaja, standar moral konvensional secara bertahap diinternalisasikan. Standar moral pada tahap ini didasarkan pada pemenuhan harapan keluarga, teman dan masyarakat sekitar. Hanya sebagian manusia dewasa yang rasional dan berpengalaman memiliki kemampuan merefleksikan secara kritis standar moral konvensional yang diwariskan keluarga, teman, budaya atau agama kita. Yaitu standar moral yang tidak memihak dan yang lebih memperhatikan kepentingan orang lain, dan secara memadai menyeimbangkan perhatian terhadap orang lain dengan perhatian terhadap diri sendiri. Menurut ahli psikologi, Lawrence Kohlberg, dengan risetnya selama 20 tahun, menyimpulkan, bahwa ada 6 tingkatan (terdiri dari 3 level, masing-masing 2 tahap) yang teridentifikasi dalam perkembangan moral seseorang untuk berhadapan dengan isu-isu moral. Tahapannya adalah sebagai berikut :

1) Level satu : Tahap Prakonvensional
Pada tahap pertama, seorang anak dapat merespon peraturan dan ekspektasi sosial dan dapat menerapkan label-label baik, buruk, benar dan salah. Tahap satu : Orientasi Hukuman dan Ketaatan Pada tahap ini, konsekuensi fisik sebuah tindakan sepenuhnya ditentukan oleh kebaikan atau keburukan tindakan itu. Alasan anak untuk melakukan yang baik adalah untuk
menghindari hukuman atau menghormati kekuatan otoritas fisik yang lebih besar. Tahap dua : Orientasi Instrumen dan Relativitas Pada tahap ini, tindakan yang benar adalah yang dapat berfungsi sebagai instrument untuk memuaskan kebutuhan anak itu sendiri atau kebutuhan mereka yang dipedulikan anak itu.

2) Level dua : Tahap Konvensional
Pada level ini, orang tidak hanya berdamai dengan harapan, tetapi menunjukkan loyalitas terhadap kelompok beserta norma-normanya. Remaja pada masa ini, dapat melihat situasi dari sudut pandang orang lain, dari perspektif kelompok sosialnya. Tahap Tiga : Orientasi pada Kesesuaian Interpersonal Pada tahap ini, melakukan apa yang baik dimotivasi oleh kebutuhan untuk dilihat sebagai pelaku yang baik dalam pandangannya sendiri dan pandangan orang lain.
Tahap Empat : Orientasi pada Hukum dan Keteraturan Benar dan salah pada tahap konvensional yang lebih dewasa, kini ditentukan oleh loyalitas terhadap negara atau masyarakat sekitarnya yang lebih besar. Hukum dipatuhi kecuali tidak sesuai dengan kewajiban sosial lain yang sudah jelas.

3) Level tiga : Tahap Postkonvensional, Otonom, atau Berprinsip
Pada tahap ini, seseorang tidak lagi secara sederhana menerima nilai dan norma kelompoknya. Dia justru berusaha melihat situasi dari sudut pandang yang secara adil mempertimbangkan kepentingan orang lain. Dia mempertanyakan hukum dan nilai yang diadopsi oleh masyarakat dan mendefinisikan kembali dalam pengertian prinsip moral yang dipilih sendiri yang dapat dijustifikasi secara rasional. Hukum dan nilai yang pantas adalah yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang memotivasi orang yang rasional untuk menjalankannya. Tahap Lima : Orientasi pada Kontrak Sosial Tahap ini, seseorang menjadi sadar bahwa mempunyai beragam pandangan dan pendapat personal yang bertentangan dan menekankan cara yang adil untuk mencapai consensus dengan kesepahaman, kontrak, dan proses yang matang. Dia percaya bahwa nilai dan norma bersifat relative, dan terlepas dari consensus demokratis semuanya diberi toleransi. Tahap Enam : Orientasi pada Prinsip Etika yang Universal Tahap akhir ini, tindakan yang benar didefinisikan dalam pengertian prinsip moral yang dipilih karena komprehensivitas, universalitas, dan konsistensi. Alasan seseorang untuk
melakukan apa yang benar berdasarkan pada komitmen terhadap prinsip-prinsip moral tersebut dan dia melihatnya sebagai criteria untuk mengevaluasi semua aturan dan tatanan moral yang lain. Teori Kohlberg membantu kita memahami bagaimana kapasitas moral kita berkembang dan memperlihatkan bagaimana kita menjadi lebih berpengalaman dan kritis dalam
menggunakan dan memahami standar moral yang kita punyai. Namun tidak semua orang mengalami perkembangan, dan banyak yang berhenti pada tahap awal sepanjang hidupnya. Bagi mereka yang tetap tinggal pada tahap prakonvensional, benar atau salah terus menerus didefinisikan dalam pengertian egosentris untuk menghindari hukuman dan melakukan apa yang dikatakan oleh figur otoritas yang berkuasa. Bagi mereka yang mencapai tahap konvensional, tetapi tidak pernah maju lagi, benar atau salah selalu didefinisikan dalam pengertian norma-norma kelompok sosial mereka atau hukum negara atau masyarakat mereka. Namun demikian, bagi yang mencapai level postkonvensional dan mengambil pandangan yang reflektif dan kritis terhadap standar moral yang mereka yakini, benar dan salah secara moral didefinisikan dalam pengertian prinsip-prinsip moral yang mereka pilih bagi mereka sendiri sebagai yang lebih rasional dan memadai.

B. Penalaran Moral
Penalaran moral mengacu pada proses penalaran dimana prilaku, institusi, atau kebijakan dinilai sesuai atau melanggar standar moral. Penalaran moral selalu melibatkan dua komponen mendasar :
1. Pemahaman tentang yang dituntut, dilarang, dinilai atau disalahkan oleh standar moral yang masuk akal.
2. Bukti atau informasi yang menunjukkan bahwa orang, kebijakan, institusi, atau prilaku tertentu mempunyai ciri-ciri standar moral yang menuntut, melarang, menilai, atau menyalahkan.
3. Menganalisis Penalaran Moral
Ada beberapa criteria yang digunakan para ahli etika untuk mengevaluasi kelayakan penalaran moral, yaitu :
• Penalaran moral harus logis.
• Bukti factual yang dikutip untuk mendukung penilaian harus akurat, relevan dan
lengkap.
• Standar moral yang melibatkan penalaran moral seseorang harus konsisten.

1.3 ARGUMEN YANG MENDUKUNG DAN YANG MENETANG ETIKA BISNIS
Banyak yang keberatan dengan penerapan standar moral dalam aktivitas bisnis. Bagian ini membahas keberatan-keberatan tersebut dan melihat apa yang dapat dikatakan berkenaan dengan kesetujuan untuk menerapkan etika ke dalam bisnis. Tiga keberatan atas penerapan etika ke dalam bisnis : Orang yang terlibat dalam bisnis, kata mereka hendaknya berfokus pada pencarian keuntungan finansial bisnis mereka dan tidak membuang-buang energi mereka atau sumber daya perusahaan untuk melakukan ”pekerjaan baik”. Tiga argumen diajukan untuk mendukung perusahaan ini : Pertama, beberapa berpendapat bahwa di pasar bebas kompetitif sempurna, pencarian keuntungan dengan sendirinya menekankan bahwa anggota masyarakat berfungsi dengan cara-cara yang paling menguntungkan secara sosial. Agar beruntung, masing-masing perusahaan harus memproduksi hanya apa yang diinginkan oleh anggota masyarakat dan harus melakukannya dengan cara yang paling efisien yang tersedia. Anggota masyarakat akan sangat beruntung jika manajer tidak memaksakan nilai-nilai pada bisnis, namun mengabdikan dirinya pada pencarian keuntungan yang berfokus. Argumen tersebut menyembunyikan sejumlah asumsi yaitu : Pertama, sebagian besar industri tidak ”kompetitif secara sempurna”, dan sejauh sejauh perusahaan tidak harus berkompetisi, mereka dapat memaksimumkan keuntungan sekalipun produksi tidak efisien. Kedua, argumen itu mengasumsikan bahwa langkah manapun yang diambil untuk meningkatkan keuntungan, perlu menguntungkan secara sosial, sekalipun dalam kenyataannya ada beberapa cara untuk meningkatkan keuntungan yang sebenarnya merugikan perusahaan : membiarkan polusi, iklan meniru, menyembunyikan cacat produksi, penyuapan. Menghindari pajak, dsb. Ketiga, argumen itu mengasumsikan bahwa dengan memproduksi apapun yang diinginkan publik pembeli, perusahaan memproduksi apa yang diinginkan oleh seluruh anggota masyarakat, ketika kenyataan keinginan sebagian besar anggota masyarakat (yang miskin dan dan tidak diuntungkan) tidak perlu dipenuhi karena mereka tidak dapat berpartisipasi dalam pasar. Keempat, argumen itu secara esensial membuat penilaian normatif. Kedua, Kadang diajukan untuk menunjukan bahwa manajer bisnis hendaknya berfokus mengejar keuntungan perusahaan mereka dan mengabaikan pertimbangan etis, yang oleh Ale C. Michales disebut ”argumen dari agen yang loyal”. Argumen tersebut secara sederhana adalah sbb :
Sebagai agen yang loyal dari majikannya manajer mempunyai kewajiban untuk melayani majikannya ketika majikan ingin dilayani (jika majikan memiliki keakhlian agen). Majikan ingin dilayani dengan cara apapun yang akan memajukan kepentingannya sendiri. Dengan demikian sebagai agen yang loyal dari majikannya, manajer mempunyai kewajiban untuk melayani majikannya dengan cara apapun yang akan memajukan kepentingannya. Argumen agen yang loyal adalah keliru, karena ”dalam menentukan apakah perintah klien kepada agen masuk akal atau tidak... etika bisnis atau profesional harus mempertimbangkan” dan ”dalam peristiwa apapun dinyatakan bahwa agen mempunyai kewajiban untuk tidak melaksanakan tindakan yang ilegal atau tidak etis”. Dengan demikian, kewajiban manajer untuk mengabdi kepada majikannya, dibatasi oleh batasanbatasan moralitas. Ketiga, untuk menjadi etis cukuplah bagi orang-orang bisnis sekedar mentaati hukum : Etika bisnis pada dasarnya adalah mentaati hukum. Terkadang kita salah memandang hukum dan etika terlihat identik. Benar bahwa hukum tertentu menuntut perilaku yang sama yang juga dituntut standar moral kita. Namun demikian, hukum dan moral tidak selalu serupa. Beberapa hukum tidak punya kaitan dengan moralitas, bahkan hukum melanggar standar moral sehingga bertentangan dengan moralitas, seperti hukum perbudakan yang memperbolehkan kita memperlakukan budak sebagai properti. Jelas bahwa etika tidak begitu saja mengikuti hukum. Namun tidak berarti etika tidak mempunyai kaitan dengan hukum. Standar Moral kita kadang dimasukan ke dalam hukum ketika kebanyakan dari kita merasa bahwa standar moral harus ditegakkan dengan kekuatan sistem hukum sebaliknya, hukum dikritik dan dihapuskan ketika jelas-jelas melanggar standar moral.

Kasus etika dalam bisnis
Etika seharusnya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukan bahwa etika mengatur semua aktivitas manusia yang disengaja, dan karena bisnis merupakan aktitivitas manusia yang disengaja, etika hendaknya juga berperan dalam bisnis. Argumen lain berpandangan bahwa, aktivitas bisnis, seperti juga aktivitas manusia lainnya, tidak dapat eksis kecuali orang yang terlibat dalam bisnis dan komunitas sekitarnya taat terhadap standar minimal etika. Bisnis merupakan aktivitas kooperatif yang eksistensinya mensyaratkan perilaku etis. Dalam masyarakat tanpa etika, seperti ditulis oleh filsuf Hobbes, ketidakpercayaan dan
kepentingan diri yang tidak terbatas akan menciptakan ”perang antar manusia terhadap
manusia lain”, dan dalam situasi seperti itu hidup akan menjadi ”kotor, brutal, dan
dangkal”. Karenanya dalam masyarakat seperti itu, tidak mungkin dapat melakukan
aktivitas bisnis, dan bisnis akan hancur. Katena bisnis tidak dapat bertahan hidup tanpa
etika, maka kepentingan bisnis yang paling utama adalah mempromosikan perilaku etika
kepada anggotanya dan juga masyarakat luas.
Etika hendaknya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukan bahwa etika konsisten
dengan tujuan bisnis, khususnya dalam mencari keuntungan. Contoh Merck dikenal
karena budaya etisnya yang sudah lama berlangsung, namun ia tetap merupakan
perusahaan yang secara spektakuler mendapatkan paling banyak keuntungan sepanjang
masa.
Apakah ada bukti bahwa etika dalam bisnis secara sistematis berkorelasi dengan
profitabilitas? Apakah Perusahaan yang etis lebih menguntungkan dapripada perusahaan
lainnya ?
Beberapa studi menunjukan hubungan yang positif antara perilaku yang bertanggung
jawab secara sosial dengan profitabilitas, beberapa tidak menemukan korelasi bahwa
etika bisnis merupakan beban terhadap keuntungan. Studi lain melihat, perusahaan yang
bertanggung jawab secara sosial bertransaksi di pasar saham, memperoleh pengembalian
yang lebih tinggi daripada perusahaan lainnya. Semua studi menunjukan bahwa secara
keseluruhan etika tidak memperkecil keuntungan, dan tampak justru berkontribusi pada
keuntungan.
Dalam jangka panjang, untuk sebagian besar, lebih baik menjadi etis dalam bisnis dari
pada tidak etis. Meskipun tidak etis dalam bisnis kadang berhasil, namun perilaku tidak
etis ini dalam jangka panjang, cenderung menjadi kekalahan karena meruntuhkan
hubungan koperatif yang berjangka lama dengan pelanggan, karyawan dan anggota
masyarakat dimana kesuksesan disnis sangat bergantung.
Akhirnya kita harus mengetahui ada banyak bukti bahwa sebagian besar orang akan
menilai perilaku etis dengan menghukum siapa saja yang mereka persepsi berperilaku
tidak etis, dan menghargai siapa saja yang mereka persepsi berperilaku etis. Pelanggan
akan melawan perusahaan jika mereka mempersepsi ketidakadilan yang dilakukan
perusahaan dalam bisnis lainnya, dan mengurangi minat mereka untuk membeli
produknya. Karyawan yang merasakan ketidakadilan, akan menunjukan absentisme lebih
tinggi, produktivitas lebih rendah, dan tuntutan upah lebih tinggi. Sebaliknya, ketika
karyawan percaya bahwa organisasi adil, akan senang mengikuti manajer. Melakukan
apapun yang dikatakan manajer, dan memandang keputusan manajer sah. Ringkasnya,
etika merupakan komponen kunci manajemen yang efektif.
Dengan demikian, ada sejumlah argumen yang kuat, yang mendukung pandangan bahwa
etika hendaknya diterapkan dalam bisnis.
1.4 TANGGUNG JAWAB DAN KEWAJIBAN MORAL
Kapankah secara moral seseorang bertanggung jawab atau disalahkan, karena melakukan
kesalahan? Seseorang secara moral bertanggung jawab atas tindakannya dan efek-efek
merugikan yang telah diketahui ;
a. Yang dilakukan atau dilaksanakan seseorang dengan sengaja dan secara bebas
b. Yang gagal dilakukan atau dicegah dan yang secara moral keliru karena orang itu
dengan sengaja atau secara bebas gagal melaksanakan atau mencegahnya.
Ada kesepakatan umum, bahwa ada dua kondisi yang sepenuhnya menghilangkan
tanggung jawab moral seseorang karena menyebabkan kerugian ;
1. Ketidaktahuan
2. Ketidakmampuan
Keduanya disebut kondisi yang memaafkan karena sepenuhnya memaafkan orang dari
tanggung jawab terhadap sesuatu. Jika seseorang tidak mengetahui, atau tidak dapat
menghindari apa yang dia lakukan, kemudian orang itu tidak berbuat secara sadar, ia
bebas dan tidak dapat dipersalahkan atas tindakannya. Namun, ketidaktahuan dan
ketidakmampuan tidak selalu memaafkan seseorang, salah satu pengecualiannya adalah
ketika seseorang mungkin secara sengaja, membiarkan dirinya tidak mau mengetahui
persoalan tertentu.
Ketidakmampuan bisa jadi merupakan akibat lingkungan internal dan eksternal yang
menyebabkan seseorang tidak dapat melakukan sesuatu atau tidak dapat menahan
melakukan sesuatu. Seseorang mungkin kekurangan kekuasaan, keahlian, kesempatan
atau sumber daya yang mencukupi untuk bertindak. Seseorang mungkin secara fisik
terhalang atau tidak dapat bertindak, atau pikiran orang secara psikologis cacat sehingga
mencegahnya mengendalikan tindakannya. Ketidakmampuan mengurangi tanggung
jawab karena seseorang tidak mempunyai tanggung jawab untuk melakukan (atau
melarang melakukan) sesuatu yang tidak dapat dia kendalikan. Sejauh lingkungan
menyebabkan seseorang tidak dapat mengendalikan tindakannya atau mencegah kerugian
tertentu, adalah keliru menyalahkan orang itu.
Sebagai tambahan atas dua kondisi yang memaklumkan itu (ketidaktahuan dan
ketidakmampuan), yang sepenuhnya menghilangkan tanggung jawab moral seseorang
karena kesalahan, ada juga beberapa faktor yang memperingan, yang meringankan
tanggung jawab moral seseorang yang tergantung pada kejelasan kesalahan. Faktor yang
memperingan mencakup :
• Lingkungan yang mengakibatkan orang tidak pasti, namun tidak juga tidak yakin
tentang apa yang sedang dia lakukan ( hal tersebut mempengaruhi pengetahuan
seseorang)
• Lingkungan yang menyulitkan, namun bukan tidak mungkin untuk menghindari
melakukannya (hal ini mempengaruhi kebebasan seseorang)
• Lingkungan yang mengurangi namun tidak sepenuhnya menghilangkan
keterlibatan seseorang dalam sebuah tindakan (ini mempengaruhi tingkatan
sampai dimana seseorang benar-benar menyebabkan kerugian)
Hal tersebut dapat memperingan tanggung jawab seseorang karena kelakuan yang keliru
yang tergantung pada faktor keempat, yaitu keseriusan kesalahan.
Kesimpulan mendasar tentang tanggung jawab moral atas kesalahan atau kerugian yang
memperingan tanggung jawab moral seseorang yaitu :
1. Secara moral individu, bertanggung jawab atas tindakan yang salah yang dia
lakukan (atau yang secara keliru dia lalaikan) dan atas efek-efek kerugian yang
disebabkan (atau yang gagal dia cegah) ketika itu dilakukan dengan bebas dan
sadar.
2. Tanggung jawab moral sepenuhnya dihilangkan (atau dimaafkan) oleh
ketidaktahuan dan ketidakmampuan
3. Tanggung jawab moral atas kesalahan atau kerugian diringankan oleh :
• Ketidak pastian
• Kesulitan
Bobot keterlibatan yang kecil (meskipun kegagalan tidak memperingan jika seseorang
mempunyai tugas khusus untuk mencegah kesalahan), namun cakupan sejauh mana halhal
tersebut memperingan tanggung jawab moral seseorang kepada (dengan) keseriusan
kesalahan atau kerugian. Semakin besar keseriusannya, semakin kecil ketiga faktor
pertama tadi dapat meringankan.
Para kritikus berdebat, apakah semua faktor yang meringankan itu benar-benar
mempengaruhi tanggung jawab seseorang? Beberapa berpendapat bahwa, kejahatan tidak
pernah diterima, tidak peduli tekanan apakah yang terjadi pada seseorang. Kritikus lain
berpendapat, membiarkan secara pasif suatu kesalahan terjadi, tidak berbeda dengan
secara aktif menyebabkan suatu kesalahan terjadi.
A. Tanggung Jawab Perusahaan
Dalam perusahaan modern, tanggung jawab atas tindakan perusahaan sering
didistribusikan kepada sejumlah pihak yang bekerja sama. Tindakan perusahaan biasanya
terdiri atas tindakan atau kelalaian orang-orang berbeda yang bekerja sama sehingga
tindakan atau kelalaian mereka bersama-sama menghasilkan tindakan perusahaan. Jadi,
siapakah yang bertanggung jawab atas tindakan yang dihasilkan bersama-sama itu?
Pandangan tradisional berpendapat bahwa mereka yang melakukan secara sadar dan
bebas apa yang diperlukan perusahaan, masing-masing secara moral bertanggung jawab.
Lain halnya pendapat para kritikus pandangan tradisional, yang menyatakan bahwa
ketika sebuah kelompok terorganisasi seperti perusahaan bertindak bersama-sama,
tindakan perusahaan mereka dapat dideskripsikan sebagai tindakan kelompok, dan
konsekuensinya tindakan kelompoklah, bukan tindakan individu, yang mengharuskan
kelompok bertanggung jawab atas tindakan tersebut.
Kaum tradisional membantah bahwa, meskipun kita kadang membebankan tindakan
kepada kelompok perusahaan, fakta legal tersebut tidak mengubah realitas moral dibalik
semua tindakan perusahaan itu. Individu manapun yang bergabung secara sukarela dan
bebas dalam tindakan bersama dengan orang lain, yang bermaksud menghasilkan
tindakan perusahaan, secara moral akan bertanggung jawab atas tindakan itu.
Namun demikian, karyawan perusahaan besar tidak dapat dikatakan “dengan sengaja dan
dengan bebas turut dalam tindakan bersama itu” untuk menghasilkan tindakan
perusahaan atau untuk mengejar tujuan perusahaan. Seseorang yang bekerja dalam
struktur birokrasi organisasi besar tidak harus bertanggung jawab secara moral atas setiap
tindakan perusahaan yang turut dia bantu, seperti seorang sekretaris, juru tulis, atau
tukang bersih-bersih di sebuah perusahaan. Faktor ketidaktahuan dan ketidakmampuan
yang meringankan dalam organisasi perusahaan birokrasi berskala besar, sepenuhnya
akan menghilangkan tanggung jawab moral orang itu.
B. Tanggung Jawab Bawahan
Dalam perusahaan, karyawan sering bertindak berdasarkan perintah atasan mereka.
Perusahaan biasanya memiliki struktur yang lebih tinggi ke beragam agen pada level
yang lebih rendah. Jadi, siapakah yang harus bertanggung jawab secara moral ketika
seorang atasan memerintahkan bawahannya untuk melakukan tindakan yang mereka
ketahui salah.
Orang kadang berpendapat bahwa, ketika seorang bawahan bertindak sesuai dengan
perintah atasannya yang sah, dia dibebaskan dari semua tanggung jawab atas tindakan itu.
Hanya atasan yang secara moral bertanggung jawab atas tindakan yang keliru, bahkan
jika bawahan adalah agen yang melakukannya. Pendapat tersebut keliru, karena
bagaimanapun tanggung jawab moral menuntut seseorang bertindak secara bebas dan
sadar, dan tidak relevan bahwa tindakan seseorang yang salah merupakan pilihan secara
bebas dan sadar mengikuti perintah. Ada batas-batas kewajiban karyawan untuk mentaati
atasannya. Seorang karyawan tidak mempunyai kewajiban untuk mentaati perintah
melakukan apapun yang tidak bermoral.
Dengan demikian, ketika seorang atasan memerintahkan seorang karyawan untuk
melakukan sebuah tindakan yang mereka ketahui salah, karyawan secara moral
bertanggung jawab atas tindakan itu jika dia melakukannya. Atasan juga bertanggung
jawab secara moral, karena fakta atasan menggunakan bawahan untuk melaksanakan
tindakan yang salah tidak mengubah fakta bahwa atasan melakukannya.
HAL – HAL YANG MENARIK
1. Dasar Etika adalah Moral
Apa yang dimaksud dengan etika? Menurut kamus ada banyak arti dari etika diantaranya
adalah :
• Prinsip – prinsip yang digunakan untuk mengatur prilaku individu atau kelompok
• Pelajaran tentang moral
Definisi Moralitas adalah :
“Aturan-aturan yang dimiliki perorangan atau kelompok tentang apa-apa yang benar dan
apa-apa yang salah, atau apa-apa yang baik dan yang jahat.”
Sedangkan yang dimaksud dengan standar moral adalah :
“Norma-norma yang kita miliki tentang jenis-jenis tindakan yang kita percaya secara
moral benar atau salah.”
2. Moral Lebih ke Arah Individu
Organisasi perusahaan akan eksis bila :
“Ada individu – individu manusia dengan hubungan dan lingkungan tertentu.”
Karena tindakan perusahaan dilakukan oleh pilihan dan tindakan individu-individu di
dalamnya. Maka individu-individu tadi yang harus dilihat sebagai penghalang dan
pelaksana utama dari tugas moral, tanggung jawab moral perusahaan.
Individu-individu manusia tadi bertanggung jawab pada apa yang dilakukan oleh
perusahaan, karena tindakan perusahaan berlangsung karena pilihan-pilihan mereka dan
prilaku individu-individu tadi. Sehingga perusahaan mempunyai tugas moral untuk
melakukan sesuatu bila anggota perusahaan tersebut mempunyai tanggung jawab moral
untuk melakukan sesuatu.
3. Pencapai Tetinggi dari Etika adalah Berorientasi pada Prinsip Etika Universal
Tingkat final, tindakan yang benar dilakukan berdasarkan prinsip moral karena logis,
universality dan konsistensi.
Universality artinya suara hati, di dalam istilah ESQ disebut anggukan universal yang
mengacu kepada God Spot.
4. Kasus WorldCom dan Enron
4.1 Kasus WorldCom
Di dalam laporan keuangan WorldCom’s, Scott Sulivan memindahkan $ 400 juta dari
reserved account ke “income”. Dia juga selama bertahun-tahun melaporkan trilyunan
dolar biaya operasi sebagai “capital expenditure”.
Dia bisa melakukan ini dengan bantuan firm accounting dan auditor terkenal “Arthur
Andersen”. Padahal Scott Sullivan, pernah mendapat penghargaan sebagai Best CFO oleh
CFO Magazine tahun 1998.
4.2 Kasus Enron
Pada terbitan April 2001, majalah Fortune menjuluki Enron sebagai perusahaan paling
innovative di Amerika “Most Innovative” dan menduduki peringkat 7 besar perusahaan
di Amerika. Enam bulan kemudian (Desember 2001) Enron diumumkan bangkrut.
Kejadian ini dijuluki sebagai “Penipuan accounting terbesar di abad ke 20”. Dua belas
ribu karyawan kehilangan pekerjaan. Pemegang saham-saham Enron kehilangan US$ 70
Trilyun dalam sekejap ketika nilai sahamnya turun menjadi nol.
Kejadian ini terjadi dengan memanfaatkan celah di bidang akuntansi. Andrew Fastow,
Chief Financial officer bekerjasama dengan akuntan public Arthur Andersen,
memanfaatkan celah di bidang akuntansi, yaitu dengan menggunakan “special purpose
entity”, karena aturan accounting memperbolehkan perusahaan untuk tidak melaporkan
keuangan special purpose entity bila ada pemilik saham independent dengan nilai
minimum 3%.
Dengan special purpose entity tadi, kemudian meminjam uang ke bank dengan
menggunakan jaminan saham Enron. Uang hasil pinjaman tadi digunakan untuk
menghidupi bisnis Enron.
4.3 Bahasan Kasus
Dari kasus WorldCom’s dan Enron diatas, dapat diamati bahwa walaupun sudah ada
aturan yang jelas mengatur system accounting, tetapi kalau manusia yang mengatur tadi
tidak bermoral dan tidak beretika maka mereka akan memanfaatkan celah yang ada untuk
kepentingan mereka.
4.4 Pandangan Velasquez tentang Etika Bisnis di Arab Saudi
Menurut Velasquez, Arab Saudi adalah tempat kelahiran Islam, yang menggunakan
landasan Islam Suni sebagai hukum, kebijakan dan system sosialnya. Tetapi di Arab
Saudi tidak dikenal “basic right” (keadilan dasar, seperti tidak ada demokrasi, tidak ada
kebebasan berbicara, tidak ada kebebasan pers, tidak mengenal peradilan dengan system
juri, tidak mengenal kebebasan beragama dan diskriminasi terhadap wanita. Sehingga
menurut Velasquez, di Arab Saudi tidak mengenal hak azazi manusia.
BAHASAN
Velasquez menyatakan, Arab Saudi adalah contoh Etika Islam, dengan alasan sederhana
karena Islam lahir disana. Tetapi dia lupa bahwa Agama Kristen dan Yahudi juga tidak
lahir di Eropa atau di Amerika. Dia mengeneralisir bahwa Arab Saudi adalah Islam.
Padahal Arab Saudi bukan merupakan penggambaran negara Islam yang dicontohkan
Nabi Muhammad SAW. Dalam jaman Rasul dan empat sahabat penerusnya dikenal
istilah demokrasi dan kebebasan beragama.
HAL – HAL MENARIK MENJADI BAHAN DISKUSI
1. Bagaimana pendekatan etika yang harus out-in atau in-out
• Out- in adalah proses pengawasan dari luar ke dalam, harus ada aturan main atau
bisnis proses yang jelas dan transparan sehingga etika bisnis bisa berjalan,
misalnya ada good corporate governance, balance scorecard, atau Malcolm
baldrige
• In- out adalah pendekatan dari sisi individu pelaku bisnis, pelaku dari etika adalah
invidu dan setiap individu harus menjalankan etika bisnis.
• Dalam kasus Enron dan WorldCom’s, walaupun sudah ada system yang sangat
baik dan well defined is organized, masih saja “oknum” manusia mencari celah
diantara aturan main tersebut.
• Bagaimanakah sebaiknya implementasi etika bisnis yang baik, dengan pendekatan
in-out, out-in, atau ambivalent dengan menerapkan keduanya.
2. Apakah etika itu pesan universal horizontal – kewajiban vertical
• Dasar dari etika adalah kajian terhadap moralitas, dan moralitas tadi mengaju
kepada individu.
• Sedangkan pencapai tertinggi dari moral adalah Orientasi Prinsip Etis Universal
• Velasquez menyatakan etika itu lebih abstrak daripada “Ten Commandements”
• Apakah etika itu pesan universal horizontal (manusia ke manusia) minus nilai
kewajiban vertical (Agama) ?
CONTOH PELANGGARAN ETIKA BISNIS
• Pelanggaran etika bisnis terhadap hukum
Sebuah perusahaan X karena kondisi perusahaan yang pailit akhirnya memutuskan untuk
Melakukan PHK kepada karyawannya. Namun dalam melakukan PHK itu, perusahaan
sama sekali tidak memberikan pesongan sebagaimana yang diatur dalam UU No. 13/2003
tentang Ketenagakerjaan. Dalam kasus ini perusahaan x dapat dikatakan melanggar
prinsip kepatuhan terhadap hukum.
• Pelanggaran etika bisnis terhadap transparansi
Sebuah Yayasan X menyelenggarakan pendidikan setingkat SMA. Pada tahun ajaran
baru sekolah mengenakan biaya sebesar Rp 500.000,- kepada setiap siswa baru. Pungutan
sekolah ini sama sekali tidak diinformasikan kepada mereka saat akan mendaftar,
sehingga setelah diterima mau tidak mau mereka harus membayar. Disamping itu tidak
ada informasi maupun penjelasan resmi tentang penggunaan uang itu kepada wali murid.
Setelah didesak oleh banyak pihak, Yayasan baru memberikan informasi bahwa uang itu
dipergunakan untuk pembelian seragama guru. Dalam kasus ini, pihak Yayasan dan
sekolah dapat dikategorikan melanggar prinsip transparansi
• Pelanggaran etika bisnis terhadap akuntabilitas
Sebuah RS Swasta melalui pihak Pengurus mengumumkan kepada seluruh karyawan
yang akan mendaftar PNS secara otomotais dinyatakan mengundurkan diri. A sebagai
salah seorang karyawan di RS Swasta itu mengabaikan pengumuman dari pihak pengurus
karena menurut pendapatnya ia diangkat oleh Pengelola dalam hal ini direktur, sehingga
segala hak dan kewajiban dia berhubungan dengan Pengelola bukan Pengurus. Pihak
Pengelola sendiri tidak memberikan surat edaran resmi mengenai kebijakan tersebut.
Karena sikapnya itu, A akhirnya dinyatakan mengundurkan diri. Dari kasus ini RS
Swasta itu dapat dikatakan melanggar prinsip akuntabilitas karena tidak ada kejelasan
fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban antara Pengelola dan Pengurus Rumah
Sakit
• Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip pertanggungjawaban
Sebuah perusahaan PJTKI di Jogja melakukan rekrutmen untuk tenaga baby sitter. Dalam
pengumuman dan perjanjian dinyatakan bahwa perusahaan berjanji akan mengirimkan
calon TKI setelah 2 bulan mengikuti training dijanjikan akan dikirim ke negara-negara
tujuan. Bahkan perusahaan tersebut menjanjikan bahwa segala biaya yang dikeluarkan
pelamar akan dikembalikan jika mereka tidak jadi berangkat ke negara tujuan. B yang
terarik dengan tawaran tersebut langsung mendaftar dan mengeluarkan biaya sebanyak
Rp 7 juta untuk ongkos administrasi dan pengurusan visa dan paspor. Namun setelah 2
bulan training, B tak kunjung diberangkatkan, bahkan hingga satu tahun tidak ada
kejelasan. Ketika dikonfirmasi, perusahaan PJTKI itu selalu berkilah ada penundaan,
begitu seterusnya. Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa Perusahaan PJTKI tersebut
telah melanggar prinsip pertanggungjawaban dengan mengabaikan hak-hak B sebagai
calon TKI yang seharusnya diberangnka ke negara tujuan untuk bekerja.
• Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kewajaran
Sebuah perusahaan property ternama di Yogjakarta tidak memberikan surat ijin
membangun rumah dari developer kepada dua orang konsumennya di kawasan kavling
perumahan milik perusahaan tersebut. Konsumen pertama sudah memenuhi
kewajibannya membayar harga tanah sesuai kesepakatan dan biaya administrasi lainnya.
Sementara konsumen kedua masih mempunyai kewajiban membayar kelebihan tanah,
karena setiap kali akan membayar pihak developer selalu menolak dengan alasan belum
ada ijin dari pusat perusahaan (pusatnya di Jakarta). Yang aneh adalah di kawasan
kavling itu hanya dua orang ini yang belum mengantongi izin pembangunan rumah,
sementara 30 konsumen lainnya sudah diberi izin dan rumah mereka sudah dibangun
semuannya. Alasan yang dikemukakan perusahaan itu adalah ingin memberikan pelajaran
kepada dua konsumen tadi karena dua orang ini telah memprovokasi konsumen lainnya
untuk melakukan penuntutan segera pemberian izin pembangunan rumah. Dari kasus ini
perusahaan property tersebut telah melanggar prinsip kewajaran (fairness) karena tidak
memenuhi hak-hak stakeholder (konsumen) dengan alasan yang tidak masuk akal.
• Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran
Sebuah perusahaan pengembang di Sleman membuat kesepakatan dengan sebuah
perusahaan kontraktor untuk membangun sebuah perumahan. Sesuai dengan kesepakatan
pihak pengembang memberikan spesifikasi bangunan kepada kontraktor. Namun dalam
pelaksanaannya, perusahaan kontraktor melakukan penurunan kualitas spesifikasi
bangunan tanpa sepengetahuan perusahaan pengembang. Selang beberapa bulan kondisi
bangunan sudah mengalami kerusakan serius. Dalam kasus ini pihak perusahaan
kontraktor dapat dikatakan telah melanggar prinsip kejujuran karena tidak memenuhi
spesifikasi bangunan yang telah disepakati bersama dengan perusahaan pengembang
• Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip empati
Seorang nasabah, sebut saja X, dari perusahaan pembiayaan terlambat membayar
angsuran mobil sesuai tanggal jatuh tempo karena anaknya sakit parah. X sudah
memberitahukan kepada pihak perusahaan tentang keterlambatannya membayar
angsuran, namun tidak mendapatkan respon dari perusahaan. Beberapa minggu setelah
jatuh tempo pihak perusahaan langsung mendatangi X untuk menagih angsuran dan
mengancam akan mengambil mobil yang masih diangsur itu. Pihak perusahaan menagih
dengan cara yang tidak sopan dan melakukan tekanan psikologis kepada nasabah. Dalam
kasus ini kita dapat mengakategorikan pihak perusahaan telah melakukan pelanggaran
prinsip empati pada nasabah karena sebenarnya pihak perusahaan dapat memberikan
peringatan kepada nasabah itu dengan cara yang bijak dan tepat.

sumber nya :
http://entrepreneur.gunadarma.ac.id/e-learning/attachments/040_etika%20bisnis%20dan%20kewirausahaan.pdf

0
16 November, 2009

Jason Mraz - Bella Luna Lyrics


Mystery the moon
A hole in the sky
A supernatural nightlight
So full but often right
A pair of eyes a closin' one
A chosen child of golden sun
A marble dog that chases cars
To farthest reaches of the beach and far beyond into the swimming sea of stars

A cosmic fish they love to kiss
They're giving birth to constellation
No riffs and oh no reservation
If they should fall you get a wish or dedication
May I suggest you get the best
For nothing less than you and I
Let's take a chance as this romance is rising over before we lose the lighting
Oh bella bella please
Bella you beautiful luna
Oh bella do what you do
Do do do do do

You are an illuminating anchor
Of leagues to infinite number
Crashing waves and breaking thunder
Tiding the ebb and flows of hunger
You're dancing naked there for me
You expose all memory
You make the most of boundary
You're the ghost of royalty imposing love
You are the queen and king combining everything
Intertwining like a ring around the finger of a girl
I'm just a singer, you're the world
All I can bring ya
Is the language of a lover
Bella luna, my beautiful, beautiful moon
How you swoon me like no other

May I suggest you get the best
Of your wish may I insist
That no contest for little you or smaller I
A larger chance happened, all them they lie
On the rise, on the brink of our lives
Bella please
Bella you beautiful luna
Oh bella do what you do
Bella luna, my beautiful, beautiful moon
How you swoon me like no other, oh oh oh

powered by lirik lagu indonesia

0
02 November, 2009



Pendahuluan
Seiring dengan berkembangnya zaman, banyak bisnis atau usaha berkembang dengan sangat pesat. Pada dasarnya bisnis atau usaha yang berkembang pada saat ini dilatar belakangi oleh keinginan masyarakat untuk menigkatkan taraf hidup mereka secara ekonomi.

Pada dasarnya suatu bisnis atau usaha harus memenuhi kriteria agar dapat beroperasi, baik kriteria secara tertulis ( peraturan atau syarat yang berlaku) maupun tidak tertulis ( secara normatif). Tetapi sayangnya pada era yang sangat maju ini banyak bisni atau usaha yang mementingkan keuntungan semata tanpa memperhatikan segi-segi etika yang mempengaruhi pihak lain. Tentu saja hal semacam ini akan sangat membahayakan bagi para konsumen.

Ketatnya persaingan usaha, banyak perusahaan yang mengabaikan kualitas keamanan, kesehatan bahkan keselamatan bagi para konsumennya. Dari beberapa kasus yang terjadi belakangan ini, terdapat beberapa kasus yang menurut kami sangat tidak bermoral, salah satunya adalah kenaikan harga tarif penerbangan tujuan Sumatera Barat setelah peristiwa gempa di daerah itu.

Pada makalah ini, kami mencoba membahas salah satu contoh kasus diatas dan mengomentarinya dari sudut pandang etika bisnis. Kami berharap dengan dibahasnya contoh kasusnya dapat menjadi renungan dan bahan pemikiran kita bersama, betapa pentingnya elemen yang bernama etika dalam kegiatan bisnis dan usaha.


Landasan Teori
            Etika bisnis merupakan etika yang berlaku dalam kelompok para pelaku bisnis dan semua pihak yang terkait dengan eksistensi korporasi termasuk dengan para competitor. Etika itu sendiri merupakan dasar moral, yaitu nilai-nilai mengenai apa yang baik dan buruk serta berhubungan dengan hak dan kewajiban moral.
            Dalam etika bisnisberlaku prinsip-prinsip yang seharusnya dipatuhi oleh para pelaku bisnis. Prinsip dimaksud adalah :
1.      Prinsip otonomi, yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran tentang apa yang baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara moral atas keputusan yang diambil.
2.      Prinsip kejujuran, bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran karena kejujuran merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (missal, kejujuran dalam pelaksanaan kontrak, kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam hubungan kerja dan lain-lain).
3.      Prinsip keadilan, bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai dengan haknya masing-masing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya.
4.      Prinsip saling menguntungkan, agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan, demikian pula untuk berbisnis yang kompetitif.
5.      Prinsip integritas moral, prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para pelaku bisnis dalam menjalankan usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik perusahaan agar tetap dipercaya dan merupakan perusahaan terbaik.

Penerapan etika bisnis sangat penting terutama dalam menghadapi era pasar bebas dimana prusahaan-perusahaan harus dapat bersaing berhadapan dengan kekuatan perusahaan asing. Perusahaan asing ini biasanya memiliki kerkuatan yang lebih terutama mengenai bidang SDM , Manajemen, Modal dan Teknologi.

Ada mitos bahwa bisnis dan moral tidak ada hubungan. Bisnis tidak dapat dinilai dengan nilai etika karena kegiatan pelaku bisnis, adalah melakukan sebaik mungkin kegiatan untuk memperoleh keuntungan. Sehingga yang menjadi pusat pemikiran mereka adalah bagaimana memproduksi, memasarkan atau membeli barang dengan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Perilaku bisnis sebagai suatu bentuk persaingan akan berusaha dengan berbagai bentuk cara dan pemanfaatan peluang untuk memperoleh keuntungan.
Apa yang diungkapkan diatas adalah tidak benar karena dalam bisnis yang dipertaruhkan bukan hanya uang dan barang saja melainkan juga diri dan nama baik perusahaan serta nasib masyarakat sebagai konsumen. Perilaku bisnis berdasarkan etika perlu diterapkan meskipun tidak menjamin berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, akan tetapi setidaknya akan menjadi rambu-rambu pengaman apabila terjadi pelanggaran etika yang menyebabkan timbulnya kerugian bagi pihak lain.
Masalah pelanggaran etika sering muncul antara lain seperti, dalam hal  mendapatkan ide usaha, memperoleh modal, melaksanakan proses produksi, pemasaran produk, pembayaraan pajak, pembagian keuntungan, penentuan mutu, penentuan harga, pembajakan tenaga professional, blow-up proposal proyek, penguasaan pangsa pasar dalam satu tangan, persengkokolan, mengumumkan propektis yang tidak benar, penekanan upah buruh dibawah standard, insider traiding dan sebagainya. Ketidaketisan perilaku berbisnis dapat dilihat hasilnya, apabila  merusak atau merugikan pihak lain. Biasanya factor keuntungan merupakan hal yang mendorong terjadinya perilaku tidak etis dalam berbisnis. 
Suatu perusahaan akan berhasil bukan hanya berlandaskan moral dan manajemen yang baik saja, tetapi juga harus memiliki etika bisnis yang baik. Perusahaan harus mampu melayani kepentingan berbagai pihak yang terkait. Ia harus dapat mempertahankan mutu serta dapat memenuhi permintaan pasar yang sesuai dengan apa yang dianggap baik dan diterima masyarakat. Dalam proses bebas dimana terdapat barang dan jasa yang ditawarkan secara kompetitif akan banyak pilihan bagi konsumen, sehingga apabila perusahaan kurang berhati-hati akan kehilangan konsumennya.
Perilaku tidak etis dalam kegiatan bisnis sering juga terjadi karena peluang-peluang yang diberikan oleh perturan perundang-undangan yang kemudian disahkan dan disalah gunakan dalam penerapan dan kemudian dipakai sebagai dasar  untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar etika bisnis.

Contoh Kasus

Medan- Sejumlah loket maskapai penerbangan di Bandara Polonia, Medan, disebu ratusan calon penumpang yang akan berangkat ke Padang, Sumatera Barat.
Tragisnya, pihak penerbangan dan oknum calo memanfaatkan situasi ini untuk mengeruk keuntungan pribadi di tengah keterbatasan tiket yang tersedia. Pengamatan detikcom, jumat (2/10/2009) calon penumpang yang rela mengantri sejak pagi makin mengeluh karena sulitnya mendapatkan tiket. Kekesalan penumpang diperparah dengan kenaikkan harga tiket secara tiba-tiba yang diberlakukan oleh sejumlah maskapai penerbangan tujuan Padang.
Hari biasa harga tiket dari Medan menuju Padang hanya sekitar Rp 600.000. Akibat terjadinya lonjakan penumpang, harga tiket melambung menjadi Rp 900.000.
Keterbatasan tiket yang tersedia juga dimanfaatkan sejumlah calo yang berkeliaran di Bandara Polonia Medan. Untuk tiket tujuan Padang, para calo mematok harga antara Rp 1.200.000 hingga Rp 1.500.000 per tiket. (detiknews)

Komentar Kelompok
Menurut kami, kenaikan harga tiket pesawat untuk tujuan Padang pasca bencana gempa merupakan contoh nyata adanya penyimpangan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu bila dipandang dari prinsip-prinsip moral dan etika dalam kegiatan berbisnis. Hal ini jelas sangat memprihatinkan, terlebih kenaikan ini terjadi pada orang-orang yang hendak mengetahui nasib sanak saudaranya yang tertimpa bencana di Sumatera Barat.

Meskipun dalam contoh kasus yang menjadi pelaku utama kenaikan harga adalah calo, namun bukan tidak mungkin hal ini juga dipicu oleh pihak maskapai penerbangan yang mempunyai peran penting dalam pendistribusian tiket. Misalnya selain di Medan, pada interval waktu yang tidak begitu lama, terjadi penumpukan penumpang pesawat terbang di bandara Soekarno-Hatta, dikarenakan para penumpang yang hendak menjenguk ataupun mencari kabar sanak saudaranya di Sumatera Barat tidak jadi berangkat dikarenakan harga tiket yang tiba-tiba melonjak.

Namun, kita patut memuji peran pemerintah yang cepat tamggap terhapap masalah memalukan ini. Pemerintah langsung sigap melakukan inspeksi ke bandara-bandara dan kantor-kantor maskapai penerbangan yang disinyalir melakukan praktik menaikkan harga tiket ke Sumatera Barat. Bahkan, wapres Jusuf Kalla mengancam akan menghentikan operasi maskapai-maskapai yang dianggap ‘nakal’.

Jelas tindakan menaikkan harga tiket angkutan ke daerah yang terkena bencana merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip moral dan etika. Semoga peristiwa ini dapat menjadi renungan bagi kita bersama betapa pentingnya elemen etika dan moral dalam kegiatan usaha dan bisnis agar tidak merugikan pihak-pihak lain.

0
22 Oktober, 2009

Jason Mraz - Lucky Lyrics

jason mraz lyric

Do you hear me,
I'm talking to you
Across the water across the deep blue ocean
Under the open sky, oh my, baby I'm trying
Boy I hear you in my dreams
I feel your whisper across the sea
I keep you with me in my heart
You make it easier when life gets hard

I'm lucky I'm in love with my best friend
Lucky to have been where I have been
Lucky to be coming home again
Ooohh ooooh oooh oooh ooh ooh ooh ooh

They don't know how long it takes
Waiting for a love like this
Every time we say goodbye
I wish we had one more kiss
I'll wait for you I promise you, I will

I'm lucky I'm in love with my best friend
Lucky to have been where I have been
Lucky to be coming home again
Lucky we're in love every way
Lucky to have stayed where we have stayed
Lucky to be coming home someday

And so I'm sailing through the sea
To an island where we'll meet
You'll hear the music fill the air
I'll put a flower in your hair
Though the breezes through trees
Move so pretty you're all I see
As the world keeps spinning round
You hold me right here right now

I'm lucky I'm in love with my best friend
Lucky to have been where I have been
Lucky to be coming home again
I'm lucky we're in love every way
Lucky to have stayed where we have stayed
Lucky to be coming home someday

Ooohh ooooh oooh oooh ooh ooh ooh ooh
Ooooh ooooh oooh oooh ooh ooh ooh ooh

powered by lirik lagu indonesia

0
09 Oktober, 2009

Orang Wajo merupakan bagian dari rumpun suku Bugis sebagai salah satu dari empat suku lainnya di provinsi Sulawesi Selatan yakni Toraja, Makassar dan Mandar, hingga kini tergolong patron budaya yang tetap defensif terhadap etika bisnis dan kewirausahaan yang telah dikenal jauh sebelum masa sekarang.

Fenomena sosial budaya dari kehidupan masyarakat yang memiliki etika bisnis tersebut, sangat menarik untuk dikaji lebih dalam terutama melalui teori antropologi sosial. Hal ini dimaksudkan agar memperoleh gambaran tentang nuansa-komparatif dari eksistensi orang Wajo dalam perbandingannya dengan orang China.

Membandingkan kepiawaian orang Wajo dengan kepandaian dalam berbisnis serta mengembangkan kewirausahaan, akan diperoleh suatu deskripsi mengenai persamaan dan perbedaannya. Bahkan berbagai keunggulan masing masing dalam dunia bisnis, akan menjadi ciri dan karakteristik dalam bidang ekonomi yang dimiliki. Orang Wajo menjalankan aktivitas usahanya karena memperoleh inspirasi. dari kebiasaan para pendahulu mereka.

Dalam pandangan orang Wajo raja-rajanya dahulu telah mengukir berbagai keberhasilan, sehingga nilai-nilai. yang melekat pada diri rajanya, akan menjadi sumber pelajaran. Sikap patuh pada warisan kultural leluhur tersebut, pada gilirannya memperkuat etnisisme, loyalitas afiliatif, ikatan sosio-kultural dan emosional sekaligus tampil sebagai kekuatan penggugah atau motor pengerak.

Sama seperti orang Wajo, orang China baik usahawan maupun birokrat pun mendapat inspirasi dari leluhur mereka terutama ajaran etika dari Kong Hu Chu. Kearifan besar inilah yang menjadi dasar pemikiran dan tingkah laku orang China di seluruh daratan Asia hingga sekarang. Orang China selalu yakin bahkan rasa kasihan pada manusia dan kebajikan bersama dengan kebiasaan etiket yang diajarkan oleh Kong Hu Chu, adalah dasar yang tepat buat semua hubungan dagang.

Berdasarkan uraian tersebut menunjukkan bahwa baik orang Wajo maupun orang China mengembangkan usaha berdasarkan kebiasaan dan keberhasilan para pendahulu mereka.

Dalam pengertian lain bahwa kedua etnis ini masih memiliki ikatan etnisisme, sosio-kultural dan emosional yang sangat kuat dengan orang-orang yang pernah sukses di masa lalu. Berbagai ikatan klasik yang masih dipegang dan dianut hingga sekarang, pada gilrannya semakin diperkuat oleh kecenderungan mencontoh atau meneladani kebiasaan seseorang yang ditokohkan.

Sebagaimana ungkapan lama â€Å“ala biasa karena biasa", demikianlah kecenderungan orang Wajo dan juga orang China menanamkan kebiasaan berbisnis pada anak-anak mereka sejak usia dini. Proses pembentukan bakat ini dimulai dari hal-hal yang paling sederhana dan berhubungan dengan profesi apa saja tidak menjadi persoalan sepanjang itu memiliki muatan bisnis di dalamnya.

Efek progresif dari proses pembiasaan dalam berbisnis baik di kalangan orang Wajo maupun orang China bagi sang anak, pada gilirannya akan menciptakan generasi yang mandiri. Dapat dipastikan bahwa kebiasaan hidup mandiri yang ditanamkan sejak awal, akan membawa efek positif yakni akan lahir kelak generasi yang profesional dan memiliki bakat yang memadai dalam dunia usaha (bisnis).

Meskipun demikian, rupanya ada efek lain yang ditimbulkan kemudian yakni lahirnya kecenderungan memilih dunia bisnis sebagai jalan hidup, sebaliknya keengganan untuk menuntut ilmu pada lembaga pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi menjadi sikap mereka.

Di kalangan orang Wajo dikenal sebuah budaya bernama siri, yang dalam tataran praktis dan implementasinya mengandung makna filosofis yang berhubungan dengan etos kerja. Istilah siri telah banyak ditafsirkan oleh para peneliti seperti dipadankan dengan kaya malu, (beachaamd), takut (achroomvalling), malu-malu (verlegent), kehormatan (eergovoel), aib (schande), dan dengki (wangusnt).

Dalam konteks yang lebih luas siri berarti manifestasi budaya dalam hal martabat dan harga diri manusia dalam kehidupan kemasyarakatan. Demikian penting dan berharganya siri tersebut sehingga eksistensi sebagai manusia ditentukan oleh siri ini dan bagi mereka yang tidak memilikinya tidak lebih hanya sebagai hewan. Sebagaimana pernyataan : "Only with siri are we called human, if we have not siri we are not human. That's called, human inform only and the person who is without siri ' is not different from an animal ".

Di kalangan orang Wajo konsep siri secara fungsional merupakan sumber motivasi dan pendorong untuk mengubah, membangun dan memperbaiki nasib individu ataupun kelompok secara kolektif. Jika dihubungkan dengan etos kerja, maka siri yang diinterpretasikan sebagai kehormatan, harga diri dan martabat secara otomatis menjadi kekuatan yang maha dahsyat dalam memberi spirit dan motivasi kepada seseorang dalam bekerja.

Dalam formulasi yang agak berbeda, orang China justru menekankan pentingnya tanggung jawab seseorang baik pada diri sendiri dan yang terpenting adalah mengangkat harkat dan martabat keluarga. Karena itu, yang mendorong mereka gemar bekerja dan berusaha disebabkan karena di atas pundak mereka ada sebongkah tanggung jawab yang diembannya. Solusi alternatif untuk memenuhi tanggung jawab tersebut adalah kerja keras, sekaligus demi persiapan di masa depan.

Bagi orang Wajo yang umumnya menganut agama Islam, semangat berusaha, berbisnis, dan kerja sama serta berbagai aspek bernilai finansial lainnya, dapat dipastikan merupakan refleksi dari sistem ekonomi berdasarkan perspektif Islam. Pengaruh ajaran agama Islam secara fundamental, juga sangat besar pengaruhnya terhadap berkembangnya jenis usaha seseorang. Katakanlah predikat haji bagi seseorang itu dipandang istimewa, otomatis dorongan untuk meraih prestise sosial itu akan mendorong seseorang bekerja giat dalam mengembangkan usaha.

Di kalangan orang China pun tidak banyak berbeda, di mana ajaran Kong Hu Chu hingga sekarang masih menjadi way of life termasuk dalam hal kegiatan perdagangan sekalipun. Kenyataan tersebut terbukti melalui ajaran Kong Hu Chu seperti ungkapan: "pikiran kita terletak di sebelah kiri, sementara kantong kita terletak di sebelah kanan". Makna filosofis dari statement itu yakni anjuran menggunakan pikiran dalam melakukan aktivitas usaha untuk memenuhi kantong tadi.

Kemampuan membaca peluang bisnis dalam dunia usaha secara fundamental, telah menjadi ciri dan karakteristik orang Wajo sejak dulu. Karena itu, tidak mengherankan jika jaringan kerja atau usaha seolah terbentuk dengan mudahnya dalam waktu yang relatif singkat. Kemampuan membaca peluang tersebut tentu saja ditentukan oleh faktor seperti kemauan keras, keberanian menanggung risiko, dan kecenderungan selalu menganggap hidup sebagai tantangan.

Semangat atau spirit seperti itu, menyebabkan seseorang atau kelompok orang yang aktif dalam hal pengembangan usaha mampu membaca peluang yang ada. Peluang tersebut umpamanya menjadikan bantuan keluarga sebagai modal, bantuan famili sesama suku, modal dasar atau warisan, mengawinkan keluarga dan mendekatkan rumpun.

Kecenderungan seperti itu juga dimiliki oleh orang China, ditandai oleh kecenderungan mereka mengembangkan jaringan usaha sesamanya dan jika memungkinkan keluarga dekatnya. Kemudian dalam tataran yang lebih luas kemampuan membaca peluang juga tampak pada kebiasaan mereka menggaet langganan dengan modus menjual murah barang dengan keuntungan tipis tapi lancar.

Falsafah dan prinsip hidup orang Wajo berdasarkan konsep siri, pada dasarnya dapat dianggap sebagai modal utama untuk bekerja atau mengembangkan usaha sekaligus merupakan wujud implementasi tanggung jawab yang diembannya. Ada sebuah prinsip yang dijadikan sebagai modal utama bagi langgengnya solidaritas mekanik di kalangan orang Wajo yakni "sejelek-jelek keluarga, suku dan berbagai produk yang berasal dari kita akan tetap menjadi tanggung jawab yang harus dipikul bersama".

Konsekuensi logis yang ditimbulkan oleh landasan filosofis tersebut, yakni lahirnya kecenderungan mengutamakan keluarga, suku untuk jabatan publik, menentukan mitra dagang, mitra usaha dan yang tidak kalah pentingnya yakni mempertahankan simbol dan atribut kebugisan.

Sebagaimana yang berlaku umum pada semua etnis, orang Wajo dan orang China pun mengembangkan jaringan kerja (network) dalam dunia usaha melalui dua macam strategi. Strategi yang pertama, sifatnya pengembangan ke dalam (internal) yakni mengembangkan jaringan kerja sebatas di lingkungan sesama etnis, sedangkan strategi kedua sifatnya pengembangan ke luar (eksternal) yakni mengembangkan usaha lebih luas di lingkungan luar etnis (lintas etnis atau daerah).

1. Jaringan Sesama Etnis
Kecenderungan menjadikan rekan se-etnis sebagai jaringan kerja, memang merupakan sebuah fenomena wajar yang sulit dipisahkan dengan dinamika perkembangan ekonomi suatu masyarakat secara mikro maupun makro yang menyangkut persoalan negara. Hal ini disadari mengingat proses interaksi sosial antar individu pada suatu masyarakat dalam kategori sederhana berasal dan berawal dari lingkungan sendiri.

Barulah kemudian berkembang ke luar (lintas etnis) seiring dengan dinamika kemajuan ekonomi, ketika disadari bahwa semakin luas jaringan kerja maka semakin besar pula peluang meraih keuntungan yang lebih tinggi.

Jaringan kerja melului modus operandi ke dalam atau sesama etnis, dari dulu hingga sekarang masih menjadi kecenderungan bahkan kebiasaan yang telah mentradisi di kalangan orang Wajo. Tendensi ini pada dasarnya dilatari oleh ikatan sosio-kultural yang masih kental, ikatan etnisitas yang masih kokoh dan ikatan emosional yang masih mengakar.

Kebiasaan orang Wajo menjadikan rekan bisnis berdasarkan identitas etnis tersebut, pada dasarnya juga berlaku bagi orang China baik di negara mereka sendiri maupun bagi perantau yang hidup dan mengembangkan usaha di negeri orang lain.

Kenyataan seperti ini masih didapati dan sering disaksikan dalam kehidupan mereka di Makassar berupa kebiasaan memberi bantuan, baik modal usaha seperti uang dan barang, maupun modal pemikiran tentang strategi mengembangkan usaha ataupun peluang pengembangan jaringan kerja (usaha).

Menganalisa tendensi ini dengan menggunakan. hampiran teori sosiokultural, maka dapat diketahui bahwa faktor penyebabnya berasal dari ajaran Kong Hu Chu yang masih dianut secara hirarkis dan dipraktikkan secara turun-temurun di kalangan orang China hingga sekarang.

Fanatisme kental terhadap ajarannya yang menyangkut pentingnya rasa belas kasihan dan tolong-menolong bagi sesama juga dalam hubungan dagang, oleh orang-orang China ditafsirkan sebagai anjuran untuk kerja sama dalam berbagai hal termasuk dalam bidang pengembangan usaha.

Karena mereka berada dalam konteks dan konsep yang sama yakni doktrin Kong Hu Chu, maka dalam tataran implementasi atau penjabaran ajaran tersebut dijadikan sebagai landasan filosofis dan dasar perilaku di bidang ekonomi. emilih jalur seperti ini.






Kesimpulan

Dari artikel tersebut saya dapat menarik kesimpulan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan dalam etika bisnis antara orang Wajo dengan Orang China. Persamaannya yaitu para pendahulu mereka sama – sama mengukir keberhasilan dalam hal berdagang yang diturunkan kepada anak cucu mereka. Orang Wajo yang beragama Islam, berpegang teguh cara berdagang oleh ajaran Islam, sedangkan orang Cina yang beragama Kong Hu Chu yang dalam ajarannya seperti ungkapan: "pikiran kita terletak di sebelah kiri, sementara kantong kita terletak di sebelah kanan". Makna filosofis dari statement itu yakni anjuran menggunakan pikiran dalam melakukan aktivitas usaha untuk memenuhi kantong tadi. Karena tujuan hidup mereka (orang Wajo dan Cina) berdagang maka kebanyakan dari mereka menanamkan kebiasaan berbisnis pada anak – anak agar kelak bisa meneruskan usaha yang telah dirintis oleh orang tuanya sejak dulu.

Sumber : http://www.acehforum.or.id/etika-bisnis-orang-t2446.html

3
19 September, 2009


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
 Pengambilan keputusan merupakan pemilihan diantara beberapa alternatif pemecahan masalah. Pada hakikatnya keputusan diambil jika pimpinan menghadapi masalah atau untuk mencegah timbulnya masalah dalam organisasi yang bergerak baik dalam bidang sosial maupun komersial. Ada dua kemungkinan sifat tujuan dari pengambilan keputusan. Pertama adalah tujuan pengambilan keputusan yang bersifat tunggal dalam arti bahwa sekali diputuskan tidak akan ada kaitannya dengan masalah lain. Kemungkinan kedua adalah tujuan pengambilan keputusan dapat bersifat ganda dalam arti bahwa satu keputusan yang diambil sekaligus memecahkan dua masalah atau lebih.
            Dalam setiap pengambilan keputusan para pengambil keputusan akan selalu berhadapan dengan lingkungan, dimana salah satu karakteristiknya yang paling menyulitkan dalam proses pengambilan keputusan adalah ketidakpastian (Uncertainty), ini adalah salah satu sifat dimana tidak akan dapat diketahui dengan pasti apa yang akan terjadi di masa yang datang.
            Untuk itu maka model pengambilan keputusan sangatlah penting untuk membantu para pengambil keputusan dan mengambil keputusan. Ada beberapa macam model keputusan antara lain model simulasi computer, model pohon keputusan, model probabilistik dan lain sebagainya. Dari model tersebut masing – masing memiliki tipe kasus yang berbeda  tapi memiliki fungsi yang sama. Maka dari itu kami mengangkat suatu kasus dari model probabilistic untuk lebih memahami model – model pengambilan keputusan tersebut.

BAB 11
LANDASAN TEORI

2.1  Pengertian Model Pegambilan Keputusan
Model adalah percontohan yang mengandung unsure yang bersifat penyederhanaan untuk dapat ditiru (jika perlu). Pengambilan keputusan itu sendiri merupakan  suatu proses berurutan yang memerlukan penggunaan model secara cepat dan benar.
Pentingnya model dalam suatu pengambilan keputusan, antara lain sebagai berikut:
·         Untuk mengetahui apakah hubungan yang bersifat tunggal dari unsur-unsur itu ada relevansinya terhadap masalah yang akan dipecahkan diselesaikan itu.
·         Untuk memperjelas (secara eksplisit) mengenai hubungan signifikan diantara unsur-unsur itu.
·         Untuk merumuskan hipotesis mengenai hakikat hubungan-hubungan antar variabel. Hubungan ini biasanya dinyatakan dalam bentuk matematika.
·         Untuk memberikan pengelolaan terhadap pengambilan keputusan.
Model merupakan alat penyederhanaan dan penganalisisan situasi atau system yang kompleks. Jadi dengan model, situasi atau sistem yang kompleks itu dapat disederhanakan tanpa menghilangkan hal-hal yang esensial dengan tujuan memudahkan pemahaman. Pembuatan dan penggunaan model dapat memberikan kerangka pengelolaan dalam pengambilan keputusan.
Dalam analisis pengambilan keputusan ini ternyata semuanya menggunakan model paling tidak secara implisit. Mengenai hal ini Hovey, memberikan contoh mengenai pengecatan gedung sekolah.
1.      Pengecatan gedung sekolah yang kotor dan tidak merata, secara tidak langsung dapat berakibat kurangnya konsentrasi belajar para siswanya.
2.      Pengecatan gedung sekolah yang tidak merata dan kotor pun, secara tidak langsung dapat berakibat kurangnya konsentrasi mengajar para guru sekolah yang bersangkutan.
3.      Begitu pula pengecatan gedung sekolah yang tidak merata dan kotor, akhirnya justru akan menyebabkan sekolah terpaksa mengeluarkan biaya yang lebih banyak lagi.
4.       Pengecatan yang baik dan benar, perlu dilakukkan dengan perubahan warna setiap dua tahun sekali. Pengecatan dengan cara demikian itu akan meningkatkan konsentrasi belajar para siswa dan mengajar para guru sekolah yang bersangkutan.
5.      Pengecatan gedung sekolah itu ada dalam keadaan baik dan tepat, apabila dilakukan setiap dua tahun sekali.
Dari uraian tersebut, empat butir pertama masing-masing mendasarkan diri pada model yang berbeda, tetapi secara implisit menunjukkan adanya hubungan antara pengecatan dan pendidikan atau pelaksanaan pendidikan. Model kelima merupakan praktik pengecatan itu sendiri (sebaiknya dilakukan dua tahun sekali).
Alasan-alasan yang dikemukakan pada butir (1) dan (2) dapat dibenarkan oleh yayasan sekolah. Butir (3) merupakan model penarikan kesimpulan secara teknis mengenai hubungan antara pengecatan dan struktur, jadi diluar prinsip-prinsip keahlian. Butir (1) dan (2) menghubungkan antara pengecatan dengan pelaksanaan kegiatan siswa dan kegiatan guru.
Pada umumnya, semua model itu mempunyai aspek-aspek tertentu masing-masing adalah idealisasi, atau abstraksi dari bagian dunia nyata (praktik nyata), atau dengan kata yang lebih tepat dan jelas imitasi dari kenyataan, mengenai hal ini Olaf Helmer menyatakan bahwa: karakteristik dari konstruksi. Model adalah abstraksi; elemen-elemen tertentu dari situasi yang mungkin dapat membantu seseorang menganalisis keputusan dan memahaminya dengan lebih baik. Untuk mengadakan abstraksi, maka pembuatan model sering kali dapat meliputi perubahan konseptual. Setiap unsure dari situasi nyata merupakan tiruan dengan menggunakan sasaran matematika atau sasaran fisik.
Hubungannya dengan unsur lain mencerminkan adanya kekayaan atau peralatan dan hubungan lain berupa tiruan. Sebagai contoh, system lalu lintas kota dapat dibuat tiruannya dengan membuat miniature yang menggambarkan adanya jaringan-jaringan, jalan-jalan, rambu-rambu lalu lintas, beserta kendaraan persis seperti sesungguhnya.
Jika para analis membuat model, mereka biasanya melakukan hal itu supaya dapat menetapkan tindakan yang paling tepat dalam situasi tertentu. Kemudian digunakan untuk memberikan saran bagi pembuat keputusan. Dengan demikian pada hakikatnya model itu merupakan pengganti hal yang nyata, mewakili kejadian sesungguhnya, dengan harapan agar dapat mengatasi masalah apabila timbul masalah yang sesungguhnya. Model ini sendiri dibuat dengan menyesuaikan pada situasi dimana model itu akan dibuat. Di samping itu, model pun dibuat sesuai dengan tujuan penggunaan model itu sendiri.
Pembuatan dan penggunaan model menurut Kast, memberikan kerangka pengelolaan. Model merupakan alat penyederhanaan dan penganalisisan situasi atau system yang kompleks. Jadi dengan menggunakan model situasi yang kompleks disederhanakan tanpa penghilangan hal-hal yang esensial dengan tujuan untuk memudahkan pemahaman.

Berdasarkan pendekatan ilmu manajemen untuk memecahkan masalah digunakan model matematika dalam menyajikan system menjadi lebih sederhana dan lebih mudah dipahaminya. Pada umumnya model itu memberikan sarana abstrak untuk membantu komunikasi. Bahasa itu sendiri merupakan proses abstraksi, sedangkan matematika merupakan bahasa simbolik khusus.

2.2  Klasifikasi Model Pengambilan Keputusan
Mengingat begitu banyaknya cara untuk mengadakan klasifikasi model, dibawah ini disampaikan beberapa klasifikasi saja. Klasifikasi model dapat dilakukan berdasarkan sebagai berikut:
1.      Tujuannya : model latihan, model penelitian, model keputusan, model perencanaan, dan lain sebagainya. Pengertian tujuan disini adalah dalam arti purpose.
2.      Bidang penerapannya (field of application) : model tentang transportasi, model tentang persediaan barang, model tentang pendidikan, model tentang kesehatan, dan sebagainya.
3.      Tingkatannya (level) : model tingkat manajemen kantor, tingkat kebijakan nasional, kebijakan regional, kebijakan local, dan sebagainya.
4.      Ciri waktunya (time character) : model statis dan model dinamis.
5.      Bentuknya (form) : model dua sisi, satu sisi, tiga dimensi, model konflik, model non konflik, dan sebagainya.
6.      Pengembangan analitik (analytic development) : tingkat dimana matematika perlu digunakan; lain-lain.
7.      Kompleksitas (complexity) : model sangat terinci, model sederhana, model global, model keseluruhan, dan lain-lain.
8.      Formalisasi (formalization) : model mengenai tingkat dimana interaksi itu telah direncanakan dan hasilnya sudah dapat diramalkan, namun secara formal perlu dibicarakan juga.
      Quade membedakan model ke dalam dua tipe, yakni model kuantitatif dan model kualitatif.
1.      Model kuantitatif
Model kuantitatif (dalam hal ini adalah model matematika) adalah serangkaian asumsi yang tepat yang dinyatakan dalam serangkaian hubungan matematis yang pasti. Ini dapat berupa persamaan, atau analisis lainnya, atau merupakan instruksi bagi computer, yang berupa program-program untuk computer. Adapun ciri-ciri pokok model ini ditetapkan secara lengkap melalui asumsi-asumsi, dan kesimpulan berupa konsekuensi logis dari asumsi-asumsi tanpa menggunakan pertimbangan atau intuisi mengenai proses dunia nyata (praktik) atau permasalahan yang dibuat model untuk pemecahannya.
2.      Model kualitatif
Model kualitatif didasarkan atas asumsi-asumsi yang ketepatannya agak kurang jika dibandingkan dengan model kuantitatif dan ciri-cirinya digambarkan melalui kombinasi dari deduksi-deduksi asumsi-asumsi tersebut dan dengan pertimbangan yang lebih bersifat subjektif mengenai proses atau masalah yang pemecahannya dibuatkan model.
Gullet dan Hicks memberikan beberapa klasifikasi model pengambilan keputusan yang kerapkali digunakan untuk memecahkan masalah seperti itu (yang hasilnya kurang diketahui dengan pasti).


1.      Model Probabilitas
Model probabilitas, umumnya model-model keputusannya merupakan konsep probabilitas dan konsep nilai harapan member hasil tertentu (the concept of probability and expected value).
         Adapun yang dimaksud dengan probabilitas adalah kemungkinan yang dapat terjadi dalam suatu peristiwa tertentu (the chance of particular event occuring). Misalnya kartu bridge terdiri atas 52 buah kartu; berarti tiap-tiap kartu hanya memiliki kemungkinan 1/52. Kartu heart 1 (jantung merah 1) hanya memiliki kemungkinan 1/52. Begitu pula halnya dengan dadu berisi 6, masing-masing sisi hanya memiliki kesempatan atau kemungkinan 1/6 untuk menang.
         Demikian juga halnya dengan probabilitas statistic atau proporsi statistic dikembangkan melalui pengamatan langsung terhadap populasi atau melalui sampel dari populasi tersebut. Sampel itu sendiri merupakan sebagian yang dianggap mewakili keseluruhan (populasi).
         Kemungkinan yang dimiliki oleh setiap kartu bridge adalah 1/52 dan dadu adalah 1/6 itu merupakan sebagian dari seluruh kemungkinan masing-masing (untuk kartu adalah 52 dan untuk dadu adalah 6).
Banyak kemungkinan dalam rangka pengambilan keputusan dalam organisasi, yang semuanya bertujuan mendapatkan sesuatu yang diharapkan masa mendatang, misalnya agar nantinya dapat menanggulangi terhadap kesulitan-kesulitan dalam masa resesi,  untuk dapat menaikkan tingkatan pendapatan masyarakat, lain sebagainya.
2.      Konsep tentang nilai-nilai harapan (the Concept of Expectedvalue)
            Konsep tentang nilai harapan ini khususnya dapat digunakan dalam pengambilan keputusan yang akan diambilnya nanti menyangkut kemungkinan-kemungkinan yang telah diperhitungkan bagi situasi dan kondisi yang akan datang. Adapun nilai yang diharapkan dari setiap peristiwabyang terjadi merupakan kemungkinan terjadinya peristiwa itu dikalikan dengan nilai kondisional. Sedangkan nilai kondisionalnya adalah nilai dimana terjadinya peristiwa yang diharapkan masih diragukan.
            Sebagai contoh; pemerintah mengeluarkan undian social berhadiah Rp 400 juta. Jumlah undian yang dijual sebanyak dua juta lembar dengan nilai nominal harga tiap lembarnya Rp 500,-. Kalau undian sebanyak dua juta lembar itu laku semuanya, maka pendapatan pemerintah dari hasil penjualan sebesar Rp 1 milyar. Pendapatan bersih sebesar Rp 600 juta. Kemungkinan memenangkan hadiah dari tiap lembar undian adalah seperdua juta. Nilai harapannya sebetulnya hanyalah ½ juta x 400 juta = Rp 200 juta.
3.      Model matriks
            Selain model probabilitas dan nilai harapan (probability and expected value), ada juga model lainnya. Model lain tersebut misalnya adalah model matriks (the payoff matrix model).Model matriks merupakan model khusus yang menyajikan kombinasi antara strategi yang digunakan dan hasil yang diharapkan.
            Dalam hal ini Gullett dan Hicks mengatakan : The payoff matrix is a particularly convenient method of displaying and summarizing the expected values alternative strategics.Model matriks terdiri atas dua hal, yakni baris dan lajur. Baris (row) bentuknya mendatar, sedangkan lajur (column) bentuknya menegak (vertikal). Pada sisi baris berisi macam alternative strategi yang digelarkan oleh pengambil keputusan, sedangkan pada sisi lajur berisi kondisi dan nilai harapan dalam kondisi dan situasi yang berlainan.
            Contoh dibawah ini menggambarkan adanya strategi ya ng berbeda-beda dalam konsep atau pandangan eko nomi yang bervariasi.
            Jika menggunakan strategi investasi yang sifatnya agresif (berani) sebesar Rp 100 juta, hasil yang dimungkinkan dari investasi tersebut akan berkisar antara 5-25%-nya, tergantung apakah keadaan ekonomi saat itu baru mengalami resesi, atau dalam keadaan normal, atau malahan baru dalam keadaan baik sekali (boom). Apakah hal kedua yang dilakukan yakni dengan menggunakan strategi penanaman modal yang termasuk moderat sebesar Rp 50 juta diharapkan akan mendapat keuntungan sekitar 2-15%, tergantung dari keadaan ekonomi saat itu. Yang ketiga adalah apabila kebijakan investasi yang ditempuh secara minimal dengan dana Rp 10 juta dan itu digunakan untuk penggantian bagian mesin beserta pemeliharaannya pada keadaan ekonomi yang sedang membaik, diperkirakan dapat member keuntungan 1%, tetapi apabila dalam keadaan resesi atau dalam keadaan normal diperkirakan tidak akan member keuntungan.
4.      Model pohon keputusan (Decision Tree Model)
            Model ini merupakan suatu diagram yang cukup sederhana yang menunjukkan suatu proses untuk merinci masalah-masalah yang dihadapinya kedalam komponen-komponen, kemudian dibuatkan alternatif-alternatif pemecahan beserta konsekuensi masing-masing.
            Dengan demikian, maka pimpinan tinggal memilih alternative mana yang sekiranya paling tepat untuk dijadikan keputusan.
            Pohon keputusan ini biasanya dipergunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam proyek yang sedang ditangani. Selanjutnya Welch dan Comer memberikan definisi mengenai pohon keputusan (decision tree) sebagai berikut:
“The decision tree is a simple diagram showing the possible consequences of alternative decisions. The tree includes the decision nodes chance modes, pay offs for each combination, and the probabilities of each event.”
            Menurut Welch, ada 4 komponen dari pohon keputusan yakni : simpul keputusan, simpul kesempatan, hasil dari kombinasi, dan kemungkinan-kemungkinan akibat dari setiap peristiwa yang terjadi. Hal yang kiranya penting dalam pohon keputusan adalah pengambil keputusan itu haruslah secara aktif memilih dan mempertimbangkanbetul-betul alternative mana yang akan dijadikan keputusan
            Tipe analisis pembuatan keputusan mana yang akan digunakan sangat tergantung pada kemungkinan-kemungkinan yang rasional dapat dikemukakan terhadap masalah yang dihadapinya. Untuk keperluan tersebut dibutuhkan informasi yang lengkap,upto-date dan dap;at dipercaya kebenarannya, sehingga memudahkan bagi pimpinan untuk mengambil keputusan dengan baik.
            Pohon keputusan itu dinamakan juga diagram pohon karena bentuknya berupa diagram. Diagram ini bentuknya seperti pohon roboh. Diagram pohon ini merupakan salah satu langkah yang diperlukan, misalnya dalam pengambilan rancangan bangun proyek. Konsep proses ini pada dasarnya mengikuti teori system, dimana antara komponen yang satu dengan komponen yang lain merupakan mata rantai proses yang berkesinambungan, yang saling bergantung.
Adapun langkah-langkah yang sekiranya perlu dilakukan secara berturut-turut sebagai berikut:
1.        Mengadakan identifikasi jaringan hubungan komponen-komponen yang ada yang secara bersama-sama membentuk masalah tertentu yang nantinya harus dipecahkan melalui diagram keputusan. Masalah tertentu itulah yang merupakan masalah utama.
2.        Masalah utama itu kemudian dirinci kedalam masalah yang lebih kecil.
3.        Masalah yang sudah mulai terinci itu kemudian dirinci lagi kedalam masalah yang lebih kecil lagi. Begitu seterusnya, sehingga merupakan diagram pohon yang bercabang-cabang.
Itulah sebabnya mengapa keputusan atau proses pengambilan keputusan yang dilakukan semacam itu dinamakan diagram pohon. Diagram pohon itu sangat bermanfaat bagi tim yang mengadakan analisi masalah untuk kemudian dipecahkan bersama-sama dalam tim itu karena masalahnya dan pemecahaanya saling berkaitan. Tanpa bantuan anggota tim lainnya masalah yang begitu kompleks tidak akan dapat dipecahkan.
5. Model Kurva Indiferen (Kurva Tak Acuh).
Kurva Indeferen merupakan kurva berbentuk garis dimana setiap titik yang berada pada garis kurva tersebut mempunyai tingkat kepuasan atau kemanfaatan yang sama. Misalnya, penggunaan barang A dan B meskipun kombinasi jumlah masing-masing berbeda, namun apabila semuanya itu berada pada titik kurva indiferen, kepuasa sama.
 Kurva Indeferen mempunyai 4 ciri penting, yakni sebagai berikut.

1.      Kurva indeferen membentuk lereng yang negatif. Kemiringan yang negatif    menunjukan fakta atau asumsi bahwa satu komoditas dapat diganti dengan komoditas lainnya sedemikian rupa sehingga konsumen mempunyai tingkat kepuasan yang tetap sama.
2.      Jika ada dua kurva indiferen dalam suatu keadaan atau lingkupan maka keduanya tidak akan saling berpotongan.
3.      Hasil yang diperoleh dari asumsi ialah bahwa kurva indiferen ditarik melalui setiap titik sehingga membentuk garis kurva.
4.      Kurva indeferen di butuhkan bagi pengorbanan tertentu untuk mendapatkan kepuasan yang optimal.

6.   Model Simulasi Komputer.
Menurut model ini, pengambilan keputusan diperlukan rancang bangun (design) yang biasanya menggunakan komputer yang mampu menirukan apa-apa yang dilakukan oleh organisasi. Karena dengan menggunakan komputer, hal ini lebih mudah dihitung dan diketahui besarnya pengaruh variable terhadap dependen. Sebab dengan menggunakan komputer jangkauan pikiran dan pemikirannya secara secara operasional menjadi lebih luas dan panjang serta mampu memecahkan masalah yang kompleks karena komputer dapat menciptakan simulasi (permainan,tiruan) yang dapat menggambarkan dengan tepat seperti kegiatan yang sesungguhnya.

Sebagai contoh,setiap pilot pesawat terbang harus dapat memberi keputusan dengan tepat dan cepat apa yang herus segera dilakukan jika menghadapi situasi yang cukup riskan dalam atau selama penerbangan. Apabila keputusan dan tindakan itu tepat maka selamatlah pesawat terbang dengan segala isinya  tetapi apabila ternyata keputusan dan tindakan  yang diambil keliru maka akan fatallah penerbangan itu dan pilot bertanggung jawab atas musibah yang dialaminya. Oleh karena itu,setiap calon pilot harus banyak latihan memecahkan masalah penerbangan melalui cockpit tiruan yang bentuk,besar,dan juga instrumennya persis sama dengan cockpit pesawat sungguhan.
Dari hasil latihan simulasi itu calon pilot mendapat instruksi-instruksi yang harus dikerjakan dengan tepat dan cepat untuk menyelamatkan pesawatnya. Jika ia telah cukup mahir menjalankan instruksi, kemudian keteranpilan ditingkatkan dengan memberi masalah kepada calon pilot untuk segera dipecahkan dengan cepat dan tepat. Simulasi penerbangan tersebut semacam video game. Dengan melalui latihan bersimulasi yang intensif calon pilot akan mahir mengemudikan pesawat terbang sungguhan dan barulah di coba dengan pesawat sesungguhnya.

Selanjutnya Robert D.Spech mengelompokkan model dalam rangka analisis kebijakan pengambilan keputusan ke dalam 5 kategori yakni sebagai berikut.
1.      Model Matematika
Model matematika ini menggunakan teknik seperti misalnya linear programming, teori jaringan kerja, dsb. komputer dapat digunakan begitu pula dengan kalkulator yang dapat digunakan sebagai alat perhitungan saja bukan sebagai simulator.

2.      Model Simulasi Komputer
Model ini merupakan tiruan dari kasus yang sesungguhnya. Ada yang dibuat dengan peralatan dan ukuran yang sama persis dengan yang sesungguhnya misalnya cockpit pesawat dimana calon pilot melatih diri melalui cockpit tiruan tersebut.

3.      Model Permainan Operasional
Dalam model ini manusia dijadikan objek yang harus mengambil keputusan. Informasi diperoleh dari komputer atau video game yang menyajikan masalahnya. Misalnya seperti pada permainan perang-perangan (war games),video memberikan informasi dan menyajikan masalah yang berupa datangnya musuh yang akan menyerang kita dengan macam-macam cara penyerangan. Kita diminta mempertahankan diri dan menghancurkan musuh dengan peralatan yang telah disediakan pada video games tersebut.

4.      Model verbal
Model verbal adalah model pengambilan keputusan berdasarkan analogi yang lebih bersifat bukan kuantitatif. Dari analog itu kemudian dibuat dalilnya yang kemudian diterapkan untuk menyimpulkan dan mengambil keputusan yang nonkuantitatif.
      Anthony down memberikan contoh model verbal yang berupa atau menyangkut birokrasi. Down memandang birokrasi sebagai organisasi yang memiliki 4 ciri,sebagai berikut.
1.      Birokrasi mempunyai lingkungan yang cukup luas dimana peringkat tertinggi hanya mengetahui kurang dari setengah dari seluruh anggotanya secara pribadi. Ini berarti bahwa birokrasi itu menghadapi masalah administratif substansial.         
2.      Bagian terbesar dari anggotanya adalah karyawan penuh yang sangat menggantungkan dari pada kesempatan kerja dan gajinya pada organisasi itu. Ini berarti bahwa pada anggotanya sangat terikat pada pekerjaannya.
3.      Upahnya, kenaikan pangkatnya, dan sebagainya itu sangat tergantung pada prestasinya dalam organisasi itu atau ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh organisasi tersebut.
4.      Sebagian besar dari hasil itu secara tidak langsung dinilai dalam pasaran. Prestasi kerja para anggota atau karyawan secara tidak langsung juga ikut menentukan pasaran hasil organisasinya/perusahaannya.

Dengan demikian, maka faktor intern (fungsi) dan faktor ekstern (lingkungan) ikut berperan dan oleh karena itu perlu mendapat perhatian. Dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pimpinan, maka analogi terhadap berlakunya dalil dan faktor-faktor tersebut harus juga menjadi bahan pertimbangan.

5.      Model fisik
Dalam menjalankan kebijakan pemerintah model fisik ini tidak begitu penting untuk dianalisis. Model ini,misalnya model dalam rangka pembuatan bangunan atau tata kota. Dalam model pengambilan bangunan misalnya berlaku model perencanaan jaringan kerja atau model PERT dan yang sejenisnya. Model ini merupakan serangkaian keputusan dalam program pembangunan dan pengembangan yang cukup kompleks. Bagian-bagian mana yang dapat dilakukan secara serentak, dalam arti tidak usah berurutan dan bagian-bagian mana yang mengerjakan bagian berikutnya. Ini lebih merupakan tugas dan pengambilan keputusan seorang insinyur daripada policy maker.


CONTOH KASUS : MASALAH GROSIR
Salah satu permasalahan yang sering dihadapi grosir adalah bagaimana menentukan tingkat persediaan (stock) barang agar permintaan konsumen terpenuhi dan biaya gudang (tempat penyimpanan barang) tersebut tidak terlalu mahal. Hal ini selalu menjadi tujuan karena ketidakmampuan memberikan solusi yang optimal akan menghasilkan dua jenis kerugian dalam usaha grosir. Sebagai contoh khusus, diambil masalah grosir buah yang menjual buah strawbarry. Buah ini mempunyai masa (waktu) jual yang terbatas, dalam arti jika tidak terjual pada hari pengiriman, maka tidak akan laku dijual pada hari berikutnya. Jika diandaikan harga pengambilan satu keranjang strawberry adalah $20, dan grosir akan menjualnya dengan harga $50 satu keranjang. Berapa keranjangkah persediaan yang perlu diambil setiap hari oleh grosir agar mendapat resiko kerugian minimum, atau agar mendapat keuntungan maximum? Hal ini dapat diselesaikan dengan konsep peluang jika informasi tentang jumlah data penjualan
beberapa hari yang lalu ada dicatat. Untuk membahas kasus ini selanjutnya diandaikan data penjualan selama 100 hari yang lalu tercatat sebagai berikut:
Tabel 1. Data Penjualan
Jumlah Strawbary terjual Jumlah Hari (Dalam Satuan Keranjang)
Penjualan
10
15
11
20
12
40
13
25
Jumlah
100

ANALISIS KEPUTUSAN
Analisis keputusan yang dimaksud disini adalah suatu rangkaian proses dalam membahas permasalahan yang dikemukakan di atas. Hal ini dapat dilakukan dengan memperkenalkan konsep jenis kerugian yang ditimbulkan, pemakaian konsep peluang, dan perhitungan ekspektasi kerugian.  
  • Pendefinisian Jenis Kerugian
Bila dalam membahas permasalahan di atas kita fokuskan terhadap minimisasi kerugian maka perlu didefinisikan dua jenis kerugian yang akan ditimbulkan dalam kasus tersebut. Jenis kerugian yang pertama dikenal dengan obsolescence looses. Jenis kerugian ini disebabkan oleh persediaan yang terlalu banyak sehingga harus dibuang pada hari berikutnya, (jenis ini hampir sama dengan biaya gudang akibat terlalu lama penyimpanan). Misalnya dari kasus tersebut di atas, jika jumlah strawberry yang disediakan oleh grosir adalah 12 keranjang namun permintaan pada hari itu hanya 10 keranjang, maka grosir akan mengalami kerugian sebesar $40 (yaitu dari harga pembelian 2 keranjang strawberry yang tidak terjual). Jenis kerugian yang kedua adalah opportunity looses. Jenis kerugian ini disebabkan oleh kurangnya persediaan sehingga ada pembeli yang tidak terlayani.
Dengan kata lain, kerugian ini timbul akibat keuntungan yang seharusnya diperoleh tetapi tidak jadi diperoleh karena kekurangan stock. Misalnya dari kasus di atas, jika jumlah strawberry yang disediakan oleh grosir adalah 10 keranjang sedangkan permintaan pada hari itu mencapai 12 keranjang, maka grosir akan mengalami kerugian sebesar $60 (yaitu keuntungan yang tidak diterima dari hasil penjualan 2 keranjang strawberry bila stock ada).




 Tabel.2 Tabel Kerugian Bersyarat
Kemungkinan Jumlah
Yang diminta (X)
Kemungkinan Persediaan yang Dilakukan(X)
10
11
                   12               13
10
$0
$20
$40
$60
11
30
0
20
40
12
60
30
0
20
13
90
60
30
0







Adopsi Konsep Peluang
Konsep peluang yang sudah didefinisikan sebelumnya dapat diadopsi untuk data persoalan tersebut di atas. Jika tujuan grosir adalah untuk menentukan persediaan jumlah strawberry dalam satuan keranjang pada hari tersebut, dimisalkan dengan X, maka berdasarkan data di atas X adalah peubah acak diskrit yang dapat mengambil nilai 1O, 11, 12, dan 13. Dan distribusi Peluang X (jumlah keranjang strawberry) dapat dinyatakan sebagai berikut:
Tabel 3. Distribusi Peluang X

Jumlah Strawbary terjual
Dalam Satuan Keranjang
(X)
Jumlah Hari
Penjualan
(f)
Frekwensi
Relatif (fr)
P(X=x)
10
15
0.15
11
20
0.20
12
40
0.40
13
25
0.25
Jumlah
100
1.00

Perhitungan Ekspektasi Kerugian
Mengingat tujuan utama dari analisis ini adalah untuk menentukan jumlah stock strawberry agar resiko (kerugian) minimum, maka analisis dilakukan dengan memperhitungkan ekspektasi kerugian. Analisis perhitungan ekspektasi ini akan disajikan dalam tabel, dengan memperhitungkan semua kemungkinan yang dapat terjadi, dimulai dari tabel ekspektasi kerugian bila persediaan 10 keranjang sampai dengan tabel ekspaktasi kerugian bila persediaan 13 keranjang. 
Tabel 4. Ekspektasi kerugian dari Persediaan 10 Keranjang
Jumlah Kemungkinan Permintaan (X)
Kerugian Bersyarat
Peluang X
P (X)
Ekspektasi Kerugian
X.P (X)
10
$0
0.15
$0.00
11
30
0.20
6.00
12
60
0.40
24.00
13
90
0.25
22.50
Jumlah
1.00
$52.50

Kolom kerugian bersyarat pada Tabel 4 di alas diambil, dari tabel 2 untuk kasus persediaan 10 keranjang. Kolom ke empat dari Tabel 4 menyatakan bahwa jika 10 keranjang disediakan setiap hari selama masa yang panjang (long period), maka kerugian secara rata-rata (ekspektasi kerugian) adalah $52.50. Tentu tidak ada jaminan bahwa jika besok diambil persediaan 10 keranjang maka sudah pasti akan rugi %52.50. Dengan cara yang sama tabel 5, 6, dan 7 dapat dibentuk dan diinterpretasikan.



Tabel 5. Ekspektasi Kerugian Dari Persediaan 11 Keranjang
Jumlah Kemungkinan Permintaan (X)
Kerugian Bersyarat
Peluang X
P (X)
Ekspektasi Kerugian
X.P (X)
10
$20
0.15
$3.00
11
0
0.20
0.00
12
30
0.40
12.00
13
60
0.25
15.00
Jumlah
1.00
$30.00

Hasil analisis ekspektasi kerugian yang disajikan dalam tabel 4 sampai dengan 7 dapat digunakan untuk mengambit keputusan. Dapat dilihat bahwa minimum kerugian yang terjadi adalah $17.50. Hal ini terjadi pada tingkat persediaan 12 keranjang Strawberry. Ini berarti grosir lebih baik menyediakan 12 keranjang setiap harinya, untuk kasus tersebut di atas.
Seandainya untuk membahas permasalahan di atas dilakukan anatisis dengan mempertimbangkan keuntungan yang maksimum, maka hasilnya tidak akan berbeda yaitu dengan jumlah persediaan 12 keranjang perharinya.
Tabel 6. Ekspektasi Kerugian Dari Persediaan 12 Keranjang
Jumlah Kemungkinan Permintaan (X)
Kerugian Bersyarat
Peluang X
P (X)
Ekspektasi Kerugian
X.P (X)
10
$40
0.15
$6.00
11
20
0.20
4.00
12
0
0.40
0.00
13
30
0.25
7.50
Jumlah
1.00
$17.50


Tabel 7. Ekspektasi Kerugian Dari Persediaan 13 Keranjang
Jumlah Kemungkinan Permintaan (X)
Kerugian Bersyarat
Peluang X
P (X)
Ekspektasi Kerugian
X.P (X)
10
$60
0.15
$9.00
11
40
0.20
8.00
12
20
0.40
8.00
13
0
0.25
0.00
Jumlah
1.00
$52.50
KESIMPULAN DARI KASUS DI ATAS
Pemakaian Teori Peluang untuk membahas persoalan ketidakpastian dapat dilakukan bilamana dimiliki suatu informasi yang dapat dimodifikasi menjadi frekwensi relatif. Contoh kasus masalah grosir buah tetah menunjukkan bagaimana penggunaan konsep teori peluang dan ekspektasi digunakan untuk mengambii keputusan. Dan perhitungan dapat diperoleh bahwa nilai minimum kerugian adalah $17.50, dengan jumlah persediaan perharinya 12 keranjang. 


DAFTAR PUSTAKA
 
M. Iqbal Ansam, Teori Pengambilan Keputusan
 
Darnius, Open, 2004  Pemakaian Peluang Dalam Membuat Keputusan,Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
 




23
Kurs Jual Beli
USD9250.009100.00
SGD6626.906496.90
HKD1192.901171.60
EUR12736.6512505.65
GBP14471.9014186.90
JPY105.98103.35
Sumber: Etrading
Powered By Blogger

Followers

free counters

With my best friend

With my best friend